Jumat, 10 Januari 2014

Makalah dan Tugas Hukum Pemogokan

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

       Pada dasarnya terbentuknya hubungan industrial tidak dapat terlepas dari keberadaan pekerja, pengusaha,dan pemerintah. Hubungan industrial berdasarkan UU Ketenagakerjaan adalah Sebuah hubungan industrial dimulai ketika pihak pekerja/buruh melakukan sebuah perjanjian kerja dengan pihak pengusaha. Di dalam perjanjian kerja tersebut mengatur mengenai hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Pada hakikatnya masing-masing pihak harus memenuhi hak dan menunaikan kewajiban  kepada pihak lain sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian kerja tersebut.
       Berdasarkan fakta yang ada dalam hubungan industial tidak selamanya harmonis, tidak jarang terjadi perselisihan atau kesalahpahaman antara para pihak. Perselisihan tersebut dapat berupa perselisihan hak ataupun perselisiahan kepentingan karena kebuntuan komunikasi antara pekerja/buruh dan pengusaha mengenai hak,kewajiban dan tanggung jawab. Perselisihan tersebut telah diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industial tetapi kebanyakan pekerja/buruh cenderung menggunakan upaya penekanan terhadap pengusaha yang dinilai lebih efektif[1]. Upaya penekan tersebut dilakukan dengan cara mogok kerja.
       Mogok kerja yang dilakukan dengan cara menghentikan produksi maupun dengan menghambat kegiatan produksi. Mogok kerja tersebut adalah hak dari pekerja sebagaimana diatur dalam Pasal 137 sampai Pasal 145 UU Ketenagakerjaan. Mogok kerja  harus dilakukan secara sah, damai, tertib dan akibat gagalnya perundingan. Jika ketentuan tersebut dilanggar maka mogok kerja yang dilakukan dinyatakan tidak sah dan termasuk sebagai mangkir kerja.
       Berdasarkan permaslahan diatas, penulis ingin melakukan pengkajian mengenai mogok kerja yang dilakukan pemain.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Bagaimanakah analisis yuridis mengenai mogok tanding/ mogok pertandingan yang dilakukan oleh pemain sepak bola.
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian dan Tempat Pengaturan Mogok Kerja
Mogok kerja menurut Pasal 1 ayat (23) UU Ketenagakerjaan didefinisikan sebagai  tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Lebih lanjut, definisi tersebut dilengkapi Pasal 137  dalam undang –undang yang sama, yang menyebutkan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja /serikat buruh yang harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat kegegalan perundingan.  Pengaturan mengenai mogok kerja dapat dijumpai pada Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi  Nomor Kep.232/ MEN/2003 tentang Akibat Mogok Kerja Tidak Sah.
B.     Unsur- Unsur Mogok Kerja
Berdasarkan definisi Pasal 1 butir 23 UU Ketenagakerjaan  yang dikatikan dengan Pasal 137 undang –undang tersebut terdapat  lima unsur yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai mogok kerja[2].
1.      Tindakan Pekerja/Buruh Dan/Atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Sebuah tindakan beru dikatakan sebagai mogok kerja apabila dilakuakan oleh pekerja dan/atau serikat pekerja. Jika dilakukan oleh bukan pekerja atau serikat pekerja walaupaun dilakukan untuk memperbaiki ketentuan dalan UU Ketenakerjaan atau kondisi ketenagakerjaan tidak dapat dikatakan mogok kerja.
Ketentuan bahwa mogok kerja hanya dapat dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja tersebut dapat menimbulkan permaslahan dalam hal terdapat dukungan atau terdapat pihak alain selain pekerja atau serikat pekerja. Untuk meningkatkan posisi tawar pekerja pekerja diharuskan untuj menajlin aliansi dengan pekerja lainya tau kekuatan diluat pekerja.
Dengan adanya intervensi dari pihak luar ma mogok kerja dapt dipatahkan dengan alasan tidak murni dilakukan oleh serikat pekerja atau pekerja. Pdahal dalam praktek. Tidak jarang mogok kerja ditunggangi kepentingan lain. Jika hal seperti itu terjadi maka tidak adil jika pekerja yang mogok dan murni intin meperjuangkan hak dan kepentinganya,harus menerima imbasnya.
2.      Direncanakan dan Dilaksanakan Secara Bersama-Sama
Maksud “bersama-sama” adalah pemogokan melibatkan lebih dari satu pekerja. Jika hanya satu pekerja maka dikatakan bukan mogok. Sebaliknya jika dilakaukan lebih dari satu pekerja maka dapat disebut mogok,walaupun hanya dua orang dari seratus pekerja. Ini artinya, jika hanya seorang pekerja saja yang melakukan mogok kerja maka tidak akan memperoleh perlindungan hukum, padahal secara eksplisit dalam UU Ketenagakerjaan dikatakan mogok adalah hak setiap pekerja bukan hanya hak sekelompok pekerja.
3.      Untuk Menghentikan Atau Menghambat Pekerjaan
Tujuan mogok kerja adalah untuk memaksa pengusaha mendengar dan menerima tuntutan pekerja/serikat pekerja, caranya adalah dengan membuat pengusaja merasakan akibat proses produksi yang berhenti atau melambat. Pengertian mengenai mogok tidak hanya sebagai alat penyeimbanghubunganindustrial, tetapi sebagai upaya pekerja/serikat pekerja untuk melindungi hak dan kepentiangan dasarnya.
4.      Mogok Dilaksanakan Secara Sah,Tertib Dan Damai
Ketentuan ini mengarisbawahi bahwa setiap pemogokan yang terjadi harus dilakukan secara sah,tertib dan damai. Maksud “secara sah” adalah mogok kerja harus mengikuti ketentuan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan. Apabila semua prosedur dalam pasal tersebut terpenuhi maka pemogokan dianggap sah. Dalma hal tidak terpenuhi prosedur administratif terebut maka pemogokan dianggap tidak sah.
Maksud “secara tertib dan damai” adalah pemogokan tidak boleh menempuh cara-cara tidak tertib dan tidak damai. Dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaanya tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang terjadi jika pemogokan dilakukan dengan tidak tertib dan damai. Dalam prakteknya pekerja/erikat pekerja yang melakukan mogok harus berhadapan dengan pihak kepolisian. Tindakan  mogok terebut dianggap mengganggu stabilitas sehingga perlu dilakuakan pengamanan.
Mogok kerja yang dilakukan secara sah,tertib dan damai tidak dapat dihalang -halangi oleh siapapun. Pasal 143 ayat (3) UU Ketengakerjaan menyatakan siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/pengurus serikat pekerja ayang melakukan mogok kerja secara sah,tertib dan damai. Pasal 141 UU Ketengakerjaan menegaskan haltersebut dengan mengatakan bahwa pengusaha dilarang mengganti pekerja yang mogok kerja secara sah,tertib dan damai dengan pekerja lain dari luar perusahaan. Pengusaha dilarang memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja yang mogok sesudah dan selama melakukan mogok kerja. Pekerja yang melakukan mogok kerja secara sah tetap mendpatkan upah.
5.      Mogok kerja sebagai Akibat Gagalnya Perundingan
Ketentuan ini menekankan bahwa mogok kerja dapat dilakukan sebagai akibat dua situasi, yaitu :
a.       Apabila telah dilakukan upaya-upaya perundingan lebih dahulu namun gagal mennjadi kesepakatan; atau
b.      Apabila pihak pengusaha menolak diajak berunding.
Jadi dika belum ada perundingan atau belum pernah mengajak pengusaha melakukan perundingan, mak tidak boleh ada pemogokan. Serikat pekerja atau buruh yang akan mogok harus berunding dahulu dan baru boleh menjalankan pemogokan apabila perundingan gagal atau pengusaha meolak diajak berunding walaupun pekerja/serikat pekerja telah memintanya 2 kali berturut-turut.
Menurut ketntuan UU Ketentagakerjaan, hanya apabila kedua hal tersebut terpenuhi maka pekerja baru boleh merencanakan dan mengadakan pemogokan. Setelah itu pekerja/serikat pekerja  harus melalui prosedur untuk menjadikan mogok terebut sah. Prosedur tersebuit diatur pada Pasal 140 UU Ketenagakerjaan.
C.     Syarat-Syarat Sah Mogok Kerja
Mogok kerja dinyatakan sah berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan Peraturan pelaksanaanya adalah sebgai berikut :
1.      Akibat gagalnya perundingan antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha
2.      Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja /serikat pekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia tetap sah selama tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain(dilakukan saat tidak dalam tugas).
3.      Pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan oleh pekerja/serikat pekerja kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.
4.      Pemberitahuan dilakuan minimal 7 hari sebelum dilakukan pemogokan
5.      isi pemberitahuan sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
D.    Prosedur Mogok Kerja
       Prosedur mogok kerja berdasarkan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
1.      Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
2.      Pemberitahuan sekurang-kurangnya memuat :
a.       waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.      tempat mogok kerja;
c.       alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d.      tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
3.      Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja wajib memberikan tanda terima.
4.      Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
5.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud  menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
6.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud  tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
7.      Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud, maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

E.     Mogok Kerja yang Tidak Sah
       Mogok kerja merupakan hak bagi pekerja atau serikat pekerja sehingga mendapat perlindungan melalu ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana. Dalam mogok kerja yang mendapatkan perlindungan adalah mogok kerja yang sah. Jika mogok yang dilakukan oleh pekerja/buruh maka tidak ada perlindungan  hukum yang diberikan kepada pekerja atau serikat pekerja. Mogok kerja yang tidak sah disebutkan dalam Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi  no 232 tahun 2003 tentang Akibat Mogok Kerja yang Tidak Sah. Kualifikasi mogok kerja yang tidak sah adalah sebagi berikut :
a.      Bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau
b.      Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
c.       Dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
d.      Isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
e.       Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas
F.      Akibat Mogok Kerja
Mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja memiliki akibat yang diatur dalam UU ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana. Mogok kerja yang dilakukan secara sah berdasarkan Pasal 143 sampai dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjaan berakibat sebagai berikut :
1.      Tidak dapat  dihalang-halangi  untuk mengguna kan hak mogok kerja
2.      Dilarang dilakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja
3.      Dilarang mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan
4.      Dilarang  memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada  pekerja/buruhdan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
5.      Pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.
Mogok kerja yang tidak sah,diatur dalam KEPMEN. No.232 tahun 2003 tentang Akibat Mogok Kerja yang Tidak Sah. Dalam ketentuan tersebut akibat mogok kerja yang tidak sah adalah sebagai berikut :
1.    Mogok kerja yang tidak memenuhi persyaratan mogok kerja sebgaimana dalam UU Ketenagakerjaan maka dianggap sebagai mangkir. Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.terhadap pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud maka dianggap mengundurkan diri.
2.    Mogok kerja yang dilakukan Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mangkir.Dalam hal mogok kerja yang dilakukan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
3.    Pengusaha dapat mengambil tindakan sementara demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, dengan cara melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; dan bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
4.    Pengusaha dapat  menghalang-halangi  untuk mengguna kan hak mogok kerja
5.    Dapat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja
6.    Dapat  mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan
7.    Dapat   memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada  pekerja/buruhdan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
8.    Pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh  tidak berhak mendapatkan upah.

PEMBAHASAN

Menurut ketentuan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Berdasarkan pasal 137 UU nomor 13 tahun 2003 Mogok kerja ditentukan sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Mogok kerja dalam ketentuan tersebut dapat disamakan dengan mogok tanding dalam bidang persepakbolaan.
Dalam hal ini, mogok tanding/mogok pertandingan merupakan hak dasar bagi  pemain sepak bola. Mogok tanding yang dilakukan merupakan pilihan yang tepat sebagai akibat perundingan yang telah dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil/gagal. Mogok tersebut dilakukan karena pihak manajemen klub belum menunjukkan adanya itikad baik untuk melakukan perbaikan Hubungan Industrial, sebaliknya bahkan manajemen melakukan tindakan yang berupa pemotongan gaji terhadap pemain.
Mogok tanding oleh pemain  menurut ketentuan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 belum sah karena tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 140-141 Undang-Undang, diantaranya:
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.Menurut Pasal 140 ayat 2, ada 4 komponen yang wajib menjadi isi surat, yaitu:
1.      waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diadakan mogok kerja;
2.      tempat mogok kerja;
3.      alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
4.      tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
Dalam hal ini,sebelum melakukan mogok tanding, pemain seharusnya melakukan pemberitahuan sebelum manajemen  dan instansi terkait dibidang ketenagakerjaan setempat dilakukannya aksi mogok tanding. Berdasrkan hal tersebut maka  syarat sah untuk dilakukannya mogok tanding  tidak terpenuhi . Selain itu, mogok tanding yang dilakukan pemain  dilakukan sebagai akibat dari gagalnya berbagai perundingan yang telah dilakukan sebelumnya.
Pemain  hanya mendasarkan gagalnya perundingan tanpa memenuhi persyarat admisnistratif sebagaiman Pasal 140 UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat menjadikan mogok tanding yang dilakukan pemain  dapat disebut mogok kerja yang tidak sah. Mogok tanding tersebut dapat dilakukan upaya sebagaimana dalam KEPMEN no 232 tentang Akibat Mogok Kerja yang Tidak sah. Mengenai akibat hukumnya, Undang-undang ketenagakerjaan secara eksplisit dalam pasal 42 ayat 1 menyebutkan bahwa “Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 139 dan pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah”. Ini artinya bahwa mogok kerja “tidak sah” dapat terjadi karena:
1.      mogok tersebut tidak mengikuti tata cara dan syarat prosedur seperti yang diatur dalam pasal 140
2.      mogok dilakukan oleh kelompok buruh tertentu seperti yang diatur dalam pasal 139
Namun, meskipun telah diatur secara rigid mengenai pembedaan atas “mogok sah” dan “mogok tidak sah”, disebutkan dalam pasal 142 ayat 2 bahwa: akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah…akan diatur dengan keputusan menteri.Sehingga, dikeluarkanlah Keputusan Menteri Nomor Kep.232/Men/2003 tentang akibat hukum mogok yang tidak sah, yang pada intinya menyatakan bahwa mogok tidak sah disamakan dengan “mangkir” (pasal 6 ayat (1)). Keputusan Menteri juga memerintahkan majikan untuk melakukan pemanggilan kembali bekerja pada buruh yang mogok sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari secara patut dan tertulis  dalam ayat (2). Bagi buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana di atas maka dianggap mengundurkan diri ayat  (3).
Undang-undang Ketenagakerjaan pasal 140 ayat (4) selanjutnya juga memberikan kuasa kapada majikan untuk dapat melakukan beberapa tindakan jika terjadi mogok “tidak sah”: dalam hal mogok kerja dilakukan…[secara tidsak sah] maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara:
1.      melarang para pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
2.      bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Dalam hal ini, manajemen telah sesuai dalam menerapkan sanksi berupa pemotongan gaji didasarkan pada Pasal 145 UU ketenagakerjaan terhadap pemain yang melakukan mogok tanding. Pemotongan gaji tersebut merupakan tindakan manajemen  untuk mengatasi mogok tanding yang dilakukan pemain. Besarnya potongan gaji yang dilakukan pihak manajemen adalah potongan gaji per hari selama mogok tanding yang dilakukan pemain. Manajemen menilai pemotongan tersebut sepadan dengan kerugian yang ditimbulkan akibat pemain melakukan mogok tanding.

  

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Mogok  pertandingan/mogok tanding yang dilakukan oleh pemain merupakan hak yang diberikan sebagaimana ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Mogok tanding dapat dikatakan sah apabila memenuhi prosedur dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjaan. Mogok tanding yang dilakukan pemain dinyatakan tidak sah karena tidak memenuhi prosedur yang ada dalam undang-undang tersebut. Tindakan manajemen yang melakukan pemotongan terhadap gaji pemain atas mogok tanding yang dilakukanya sudah sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

  
DAFTAR PUSTAKA
Ari Hernawan 2011 mengenai “Pengaturan dan Implementasi Mogok Kerja Di Indonesia”, Disertasi, Fakultas Hukum UGM
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Keputusan Menteri Nomor Kep.232/Men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok yang Tidak Sah
http://www.koran-sindo.com/node/326614 tentang mogok tanding dari sriwijaya fc diakses pada tanggal 4 desember jam 18.30 WIB



[2] Ari Hernawan,2011,Pengaturan Dan Implementasi Mogok Kerja Di Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum UGM