PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
dasarnya terbentuknya hubungan industrial tidak dapat terlepas dari keberadaan
pekerja, pengusaha,dan pemerintah. Hubungan industrial berdasarkan UU
Ketenagakerjaan adalah Sebuah
hubungan industrial dimulai ketika pihak pekerja/buruh melakukan sebuah perjanjian kerja
dengan pihak
pengusaha. Di dalam perjanjian kerja tersebut mengatur
mengenai hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Pada hakikatnya
masing-masing pihak harus memenuhi hak dan menunaikan kewajiban kepada pihak lain sebagaimana yang telah
diatur dalam perjanjian kerja tersebut.
Berdasarkan
fakta yang ada dalam hubungan industial tidak selamanya harmonis, tidak jarang
terjadi perselisihan atau kesalahpahaman antara para pihak. Perselisihan
tersebut dapat berupa perselisihan hak ataupun perselisiahan kepentingan karena
kebuntuan komunikasi antara pekerja/buruh dan pengusaha mengenai hak,kewajiban
dan tanggung jawab. Perselisihan tersebut telah diatur dalam UU Nomor 2 tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industial tetapi kebanyakan
pekerja/buruh cenderung menggunakan upaya penekanan terhadap pengusaha yang
dinilai lebih efektif[1].
Upaya penekan tersebut dilakukan dengan cara mogok kerja.
Mogok
kerja yang dilakukan dengan cara menghentikan produksi maupun dengan menghambat
kegiatan produksi. Mogok kerja tersebut adalah hak dari pekerja sebagaimana
diatur dalam Pasal 137 sampai Pasal 145 UU Ketenagakerjaan. Mogok kerja harus dilakukan secara sah, damai, tertib dan
akibat gagalnya perundingan. Jika ketentuan tersebut dilanggar maka mogok kerja
yang dilakukan dinyatakan tidak sah dan termasuk sebagai mangkir kerja.
Berdasarkan
permaslahan diatas, penulis ingin melakukan pengkajian mengenai mogok kerja
yang dilakukan pemain.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah analisis yuridis mengenai
mogok tanding/ mogok pertandingan yang dilakukan oleh pemain sepak bola.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
dan Tempat Pengaturan Mogok Kerja
Mogok
kerja menurut Pasal 1 ayat (23) UU Ketenagakerjaan didefinisikan sebagai tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh
untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Lebih lanjut, definisi tersebut
dilengkapi Pasal 137 dalam undang
–undang yang sama, yang menyebutkan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar
pekerja/buruh dan serikat pekerja /serikat buruh yang harus dilakukan secara
sah, tertib dan damai sebagai akibat kegegalan perundingan. Pengaturan mengenai mogok kerja dapat
dijumpai pada Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjan dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Kep.232/ MEN/2003 tentang Akibat Mogok Kerja Tidak Sah.
B. Unsur-
Unsur Mogok Kerja
Berdasarkan definisi Pasal 1 butir 23 UU
Ketenagakerjaan yang dikatikan dengan
Pasal 137 undang –undang tersebut terdapat
lima unsur yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai mogok kerja[2].
1. Tindakan
Pekerja/Buruh Dan/Atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Sebuah tindakan beru dikatakan sebagai
mogok kerja apabila dilakuakan oleh pekerja dan/atau serikat pekerja. Jika
dilakukan oleh bukan pekerja atau serikat pekerja walaupaun dilakukan untuk
memperbaiki ketentuan dalan UU Ketenakerjaan atau kondisi ketenagakerjaan tidak
dapat dikatakan mogok kerja.
Ketentuan bahwa mogok kerja hanya dapat
dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja tersebut dapat menimbulkan
permaslahan dalam hal terdapat dukungan atau terdapat pihak alain selain
pekerja atau serikat pekerja. Untuk meningkatkan posisi tawar pekerja pekerja
diharuskan untuj menajlin aliansi dengan pekerja lainya tau kekuatan diluat
pekerja.
Dengan adanya intervensi dari pihak luar
ma mogok kerja dapt dipatahkan dengan alasan tidak murni dilakukan oleh serikat
pekerja atau pekerja. Pdahal dalam praktek. Tidak jarang mogok kerja
ditunggangi kepentingan lain. Jika hal seperti itu terjadi maka tidak adil jika
pekerja yang mogok dan murni intin meperjuangkan hak dan kepentinganya,harus
menerima imbasnya.
2. Direncanakan
dan Dilaksanakan Secara Bersama-Sama
Maksud
“bersama-sama” adalah pemogokan melibatkan lebih dari satu pekerja. Jika hanya
satu pekerja maka dikatakan bukan mogok. Sebaliknya jika dilakaukan lebih dari
satu pekerja maka dapat disebut mogok,walaupun hanya dua orang dari seratus
pekerja. Ini artinya, jika hanya seorang pekerja saja yang melakukan mogok
kerja maka tidak akan memperoleh perlindungan hukum, padahal secara eksplisit
dalam UU Ketenagakerjaan dikatakan mogok adalah hak setiap pekerja bukan hanya
hak sekelompok pekerja.
3. Untuk
Menghentikan Atau Menghambat Pekerjaan
Tujuan
mogok kerja adalah untuk memaksa pengusaha mendengar dan menerima tuntutan
pekerja/serikat pekerja, caranya adalah dengan membuat pengusaja merasakan
akibat proses produksi yang berhenti atau melambat. Pengertian mengenai mogok
tidak hanya sebagai alat penyeimbanghubunganindustrial, tetapi sebagai upaya
pekerja/serikat pekerja untuk melindungi hak dan kepentiangan dasarnya.
4. Mogok
Dilaksanakan Secara Sah,Tertib Dan Damai
Ketentuan ini mengarisbawahi bahwa
setiap pemogokan yang terjadi harus dilakukan secara sah,tertib dan damai.
Maksud “secara sah” adalah mogok kerja harus mengikuti ketentuan Pasal 140 UU
Ketenagakerjaan. Apabila semua prosedur dalam pasal tersebut terpenuhi maka
pemogokan dianggap sah. Dalma hal tidak terpenuhi prosedur administratif
terebut maka pemogokan dianggap tidak sah.
Maksud “secara tertib dan damai” adalah
pemogokan tidak boleh menempuh cara-cara tidak tertib dan tidak damai. Dalam UU
Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaanya tidak dijelaskan lebih lanjut apa
yang terjadi jika pemogokan dilakukan dengan tidak tertib dan damai. Dalam
prakteknya pekerja/erikat pekerja yang melakukan mogok harus berhadapan dengan
pihak kepolisian. Tindakan mogok terebut
dianggap mengganggu stabilitas sehingga perlu dilakuakan pengamanan.
Mogok kerja yang dilakukan secara
sah,tertib dan damai tidak dapat dihalang -halangi oleh siapapun. Pasal 143
ayat (3) UU Ketengakerjaan menyatakan siapapun dilarang melakukan penangkapan
dan/atau penahanan terhadap pekerja/pengurus serikat pekerja ayang melakukan
mogok kerja secara sah,tertib dan damai. Pasal 141 UU Ketengakerjaan menegaskan
haltersebut dengan mengatakan bahwa pengusaha dilarang mengganti pekerja yang
mogok kerja secara sah,tertib dan damai dengan pekerja lain dari luar
perusahaan. Pengusaha dilarang memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam
bentuk apapun kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja yang mogok sesudah
dan selama melakukan mogok kerja. Pekerja yang melakukan mogok kerja secara sah
tetap mendpatkan upah.
5. Mogok
kerja sebagai Akibat Gagalnya Perundingan
Ketentuan
ini menekankan bahwa mogok kerja dapat dilakukan sebagai akibat dua situasi,
yaitu :
a. Apabila
telah dilakukan upaya-upaya perundingan lebih dahulu namun gagal mennjadi
kesepakatan; atau
b. Apabila
pihak pengusaha menolak diajak berunding.
Jadi
dika belum ada perundingan atau belum pernah mengajak pengusaha melakukan
perundingan, mak tidak boleh ada pemogokan. Serikat pekerja atau buruh yang
akan mogok harus berunding dahulu dan baru boleh menjalankan pemogokan apabila
perundingan gagal atau pengusaha meolak diajak berunding walaupun
pekerja/serikat pekerja telah memintanya 2 kali berturut-turut.
Menurut
ketntuan UU Ketentagakerjaan, hanya apabila kedua hal tersebut terpenuhi maka
pekerja baru boleh merencanakan dan mengadakan pemogokan. Setelah itu
pekerja/serikat pekerja harus melalui
prosedur untuk menjadikan mogok terebut sah. Prosedur tersebuit diatur pada
Pasal 140 UU Ketenagakerjaan.
C. Syarat-Syarat
Sah Mogok Kerja
Mogok kerja dinyatakan sah berdasarkan
UU Ketenagakerjaan dan Peraturan pelaksanaanya adalah sebgai berikut :
1. Akibat
gagalnya perundingan antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha
2. Pelaksanaan
mogok kerja bagi pekerja /serikat pekerja pada perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan/atau perusahaan yang kegiatannya membahayakan keselamatan
jiwa manusia tetap sah selama tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau
membahayakan keselamatan orang lain(dilakukan saat tidak dalam tugas).
3. Pemberitahuan
secara tertulis yang disampaikan oleh pekerja/serikat pekerja kepada pengusaha
dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.
4. Pemberitahuan
dilakuan minimal 7 hari sebelum dilakukan pemogokan
5. isi
pemberitahuan sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
D. Prosedur
Mogok Kerja
Prosedur mogok kerja berdasarkan Pasal 140 UU
Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
1. Sekurang-kurangnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
2. Pemberitahuan
sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu
(hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat
mogok kerja;
c. alasan
dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda
tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat
pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
3. Instansi
pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja
wajib memberikan tanda terima.
4. Sebelum
dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang
berselisih.
5. Dalam
hal perundingan sebagaimana dimaksud
menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
6. Dalam
hal perundingan sebagaimana dimaksud
tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan
terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang berwenang.
7. Dalam
hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud, maka atas
dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau
penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan
untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
E. Mogok
Kerja yang Tidak Sah
Mogok kerja merupakan hak bagi pekerja atau
serikat pekerja sehingga mendapat perlindungan melalu ketentuan dalam UU
Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana. Dalam mogok kerja yang mendapatkan
perlindungan adalah mogok kerja yang sah. Jika mogok yang dilakukan oleh
pekerja/buruh maka tidak ada perlindungan
hukum yang diberikan kepada pekerja atau serikat pekerja. Mogok kerja
yang tidak sah disebutkan dalam Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi no 232 tahun 2003 tentang Akibat Mogok Kerja
yang Tidak Sah. Kualifikasi mogok kerja yang tidak sah adalah sebagi berikut :
a.
Bukan akibat gagalnya perundingan;
dan/atau
b.
Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan
instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
c. Dengan
pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja;
dan/atau
d. Isi
pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c,
dan d undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
e. Mogok
kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang
jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh
pekerja/buruh yang sedang bertugas
F. Akibat
Mogok Kerja
Mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja
atau serikat pekerja memiliki akibat yang diatur dalam UU ketenagakerjaan dan
peraturan pelaksana. Mogok kerja yang dilakukan secara sah berdasarkan Pasal
143 sampai dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjaan berakibat sebagai berikut :
1. Tidak
dapat dihalang-halangi untuk mengguna kan hak mogok kerja
2. Dilarang
dilakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus
serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja
3. Dilarang
mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar
perusahaan
4. Dilarang memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam
bentuk apapun kepada pekerja/buruhdan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok
kerja.
5. Pekerja/buruh
yang melakukan mogok kerja dalam melakukan tuntutan hak normatif yang
sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan
upah.
Mogok kerja yang tidak sah,diatur dalam KEPMEN.
No.232 tahun 2003 tentang Akibat Mogok Kerja yang Tidak Sah. Dalam ketentuan
tersebut akibat mogok kerja yang tidak sah adalah sebagai berikut :
1.
Mogok kerja yang tidak memenuhi
persyaratan mogok kerja sebgaimana dalam UU Ketenagakerjaan maka dianggap
sebagai mangkir. Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok dilakukan
oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam
bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.terhadap pekerja/buruh yang tidak
memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud maka dianggap mengundurkan diri.
2.
Mogok kerja yang dilakukan Mogok kerja
pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis
kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh
pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mangkir.Dalam hal
mogok kerja yang dilakukan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan
dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
3.
Pengusaha dapat mengambil tindakan
sementara demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, dengan cara
melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; dan bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja
berada di lokasi perusahaan.
4.
Pengusaha dapat menghalang-halangi untuk mengguna kan hak mogok kerja
5.
Dapat dilakukan penangkapan dan/atau
penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh
yang melakukan mogok kerja
6.
Dapat
mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari
luar perusahaan
7.
Dapat
memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruhdan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
8.
Pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja
dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh
pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan upah.
PEMBAHASAN
Menurut
ketentuan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mogok
kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara
bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan
atau memperlambat pekerjaan. Berdasarkan pasal 137 UU nomor 13 tahun 2003 Mogok
kerja ditentukan sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan. Mogok kerja dalam ketentuan tersebut dapat disamakan dengan mogok
tanding dalam bidang persepakbolaan.
Dalam
hal ini, mogok tanding/mogok pertandingan merupakan hak dasar bagi pemain sepak bola. Mogok tanding yang
dilakukan merupakan pilihan yang tepat sebagai akibat perundingan yang telah
dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil/gagal. Mogok tersebut dilakukan
karena pihak manajemen klub belum menunjukkan adanya itikad baik untuk
melakukan perbaikan Hubungan Industrial, sebaliknya bahkan manajemen melakukan
tindakan yang berupa pemotongan gaji terhadap pemain.
Mogok
tanding oleh pemain menurut ketentuan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 belum sah karena tidak memenuhi ketentuan
dalam pasal 140-141 Undang-Undang, diantaranya:
Sekurang-kurangnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.Menurut
Pasal 140 ayat 2, ada 4 komponen yang wajib menjadi isi surat, yaitu:
1.
waktu
(hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diadakan mogok kerja;
2.
tempat
mogok kerja;
3.
alasan
dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
4.
tanda
tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat
pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
Dalam
hal ini,sebelum melakukan mogok tanding, pemain seharusnya melakukan pemberitahuan sebelum manajemen dan instansi
terkait dibidang
ketenagakerjaan setempat dilakukannya aksi mogok tanding. Berdasrkan hal tersebut
maka syarat sah untuk dilakukannya mogok tanding
tidak
terpenuhi . Selain itu, mogok
tanding
yang dilakukan pemain dilakukan sebagai akibat dari gagalnya berbagai
perundingan yang telah dilakukan sebelumnya.
Pemain hanya mendasarkan gagalnya perundingan tanpa
memenuhi persyarat admisnistratif sebagaiman Pasal 140 UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat menjadikan mogok
tanding yang dilakukan pemain dapat
disebut mogok kerja yang tidak sah. Mogok tanding tersebut dapat dilakukan
upaya sebagaimana dalam KEPMEN no 232 tentang Akibat Mogok Kerja yang Tidak
sah.
Mengenai akibat hukumnya, Undang-undang
ketenagakerjaan secara eksplisit dalam pasal 42 ayat 1 menyebutkan bahwa “Mogok
kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
139 dan pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah”. Ini artinya bahwa mogok
kerja “tidak sah” dapat terjadi karena:
1.
mogok tersebut tidak mengikuti tata
cara dan syarat prosedur seperti yang diatur dalam pasal 140
2. mogok
dilakukan oleh kelompok buruh tertentu seperti yang diatur dalam pasal 139
Namun,
meskipun telah diatur secara rigid mengenai pembedaan atas “mogok sah” dan
“mogok tidak sah”, disebutkan dalam pasal 142 ayat 2 bahwa: akibat hukum
dari mogok kerja yang tidak sah…akan diatur dengan keputusan menteri.Sehingga,
dikeluarkanlah Keputusan Menteri Nomor Kep.232/Men/2003 tentang akibat hukum
mogok yang tidak sah, yang pada intinya menyatakan bahwa mogok tidak sah
disamakan dengan “mangkir” (pasal 6 ayat (1)). Keputusan Menteri juga
memerintahkan majikan untuk melakukan pemanggilan kembali bekerja pada buruh
yang mogok sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari secara patut dan tertulis dalam ayat (2). Bagi buruh yang tidak
memenuhi panggilan sebagaimana di atas maka dianggap mengundurkan diri
ayat (3).
Undang-undang
Ketenagakerjaan pasal 140 ayat (4) selanjutnya juga memberikan kuasa kapada
majikan untuk dapat melakukan beberapa tindakan jika terjadi mogok “tidak sah”:
dalam hal mogok kerja dilakukan…[secara tidsak sah] maka demi menyelamatkan
alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara
dengan cara:
1.
melarang
para pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; atau
2.
bila
dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi
perusahaan.
Dalam
hal ini, manajemen telah sesuai dalam menerapkan sanksi berupa pemotongan gaji
didasarkan pada Pasal 145 UU ketenagakerjaan terhadap pemain yang melakukan
mogok tanding. Pemotongan gaji tersebut merupakan tindakan manajemen untuk mengatasi mogok tanding yang dilakukan
pemain. Besarnya potongan gaji yang dilakukan pihak manajemen adalah potongan
gaji per hari selama mogok tanding yang dilakukan pemain. Manajemen menilai
pemotongan tersebut sepadan dengan kerugian yang ditimbulkan akibat pemain
melakukan mogok tanding.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Mogok
pertandingan/mogok tanding yang dilakukan oleh pemain merupakan hak yang
diberikan sebagaimana ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Mogok tanding dapat
dikatakan sah apabila memenuhi prosedur dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 145
UU Ketenagakerjaan. Mogok tanding yang dilakukan pemain dinyatakan tidak sah
karena tidak memenuhi prosedur yang ada dalam undang-undang tersebut. Tindakan
manajemen yang melakukan pemotongan terhadap gaji pemain atas mogok tanding
yang dilakukanya sudah sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ari
Hernawan 2011 mengenai “Pengaturan dan
Implementasi Mogok Kerja Di Indonesia”, Disertasi, Fakultas Hukum UGM
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Keputusan
Menteri Nomor Kep.232/Men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok yang Tidak Sah
http://spptcaviasi.blogspot.com/2013/05/kekuatan-utama-buruh-adalah-mogok-kerja.html
diakses pada tanggal 4 Desember 2013 jam 18.30 WIB
http://www.koran-sindo.com/node/326614
tentang mogok tanding dari sriwijaya fc diakses pada tanggal 4 desember jam
18.30 WIB
http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/liga-indonesia-gaji-ditahan-pemain-psps-mogok-tanding
diakses pada tanggal 4 desember jam 18.45 WIB
[1] http://spptcaviasi.blogspot.com/2013/05/kekuatan-utama-buruh-adalah-mogok-kerja.html
diakses pada tanggal 4 desember 2013 pukul 18.30
[2] Ari Hernawan,2011,Pengaturan Dan
Implementasi Mogok Kerja Di Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum UGM