Rabu, 27 Desember 2023

MAkalah Perbandingan KUHP lama dan KUHP baru setelah keluar UU nomor 1 tahun 2023

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Later belakang

Perkembangan suatu tindak pidana di Indonesia setiap tahun semakin berkembang sehingga memerlukan perkembangan hokum khususnya hokum pidana. pengaturan pengaturan hokum harus berbanding lurus dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Indonesia memiliki pengaturan hokum sendiri yang mengatur terkait pemidanaan dalam KUHP dan undang-undang lainya, hal ini sejalan dengan Pasal 103 KUHP yang intinya menyatakan bahwa kebolehan membuat suatu ketentuan yang berbeda dari KUHP. KUHP digunakan sebagai aturan umum dalam melaksanakan pemidanaan. Sedangkan dalam UU yang lain kadang tidak mencantumkan mengenai aturan pemidanaan dan penerapannya. KUHP diharapkan dapat kembali menjalankan peran sebagai payung hukum yang mengatur delik pidana secara umum.

Upaya mencapai suatu keselarasan antara Induk (KUHP) dengan segala peraturan yang bernaung di dalamnya, guna mencapai keselarasan antara KUHP dengan Undang-Undang Khusus dalam sistem pemidanaan maka perlu adanya suatu perubahan di dalam tubuh KUHP. Keserasian, keselarasan dalam aturan umum (KUHP) dengan aturan UU khusus sangat penting mengingat banyaknya UU khusus yang ada di luar KUHPKUHP tidak lagi dapat melingkupi aturan secara umum tentang delik pidana yang ada, khususnya delik pidana baru, yang saat ini diatur dalam UU khusus. Alasan tersebut akhirnya mendorong Indonesia untuk membuat KUHP yang terbaru menyesuaikan dengan perkembanggan yang ada sehingga lahirlah UU nomor 1 Tahun 2023. UU ini menggantikan KUHP yang lama sehingga Indonesia memilikisistem KUHPidana yang terbaru. Akan tetapi baruakan berlaku 3 tahun setelah diundangkan. UU KUHP baru berlaku pertahun 2026 sedangkan uuntuk sekarang masih menggunaknan KUHP yang lama. Dalam masatrasnisistersebut diharapkan semua pihak dapat memahami dan mengetahui akan adanya prubahan tersebut. Sehingga nanti saat UU KUHP baru berlakusudah tidakkaget dengan beberapa perubahan.

B.   Rumusan masalah

Berdasarkan masalah tersebut diatas maka penulis ingin mengetahui:

1.    Apa saja perbedaan antara KUHP lama dan KUHP terbaru yang ada di Indonesia?

 


BAB II

Pembahasan

A.   Sejarah Hukum Pidana

C.S.T. Kansil dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (1989), mendefinisikan apa itu hukum pidana. Menurutnya, hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dan diancam hukuman berupa penderitaan atau siksaan. Menjadi salah satu hukum yang berlaku hingga saat ini. Hukum pidana adalah aturan yang memuat sanksi berupa pidana. Pidana sendiri merupakan suatu penderitaan yang diberikan kepada seseorang sebagai hukuman karena telah melanggar hukum pidana.

Sejarah hukum pidana di Indonesia Indonesia saat ini masih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebelum akan menerapkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP baru) pada 2026 mendatang, KUHP yang masih berlaku saat ini adalah peninggalan kolonial. Yakni, berupa terjemahan Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie pada 1915. Adapun secara garis besar, sejarah hukum pidana Indonesia terbagi menjadi lima bagian, yaitu masa sebelum penjajahan, kolonial Belanda, kependudukan Jepang, dan kemerdekaan serta pasca reformasi.

KUHP sendiri dijadikan sebagai buku pedoman dasar bagi aparat penegak ukum dalam manjalankan keentuan dan merupakan implementasi keadiran pemerinta dalam menjamin keamaman masyarakat. Adanya KUHP juga memberikan kepastian bagi masyarakat akan sistem hukum yang ada dan berlaku untuk seluruh wilayah kesatuan Indonesia.

Sejarah di Indonesia terkait Hukum Pidana di Indonesia dapat kita bagi dengan beberapa tahapan diantaranya:

1.    Tahap masa kerajaan dan sebelum adanya kolonialisme

Awal mula dengan adanya Hukum Pidana secara adat yang berlaku berbeda disetiap daerah yang ada di nusantara pada waktu itu. Hokum pidana hanya berlakudi setiap kerajaan atau masyarakat adat dan bersifat sektoral. Belum ada kodifikasi sebagaimana seperti sekarang, Nusantara telah memberlakukan norma-norma pidana berupa norma pidana adat. Norma pidana adat ini berlaku secara terpisah menurut wilayah kekuasaan setiap kerajaan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, beberapa kerajaan ada yang membukukan dan memberlakukan norma pidana secara turun-menurun dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Namun, ada pula kerajaan yang hanya memberlakukan dan menerapkan norma-norma pidana yang berlaku dan diakui sekelompok masyarakat untuk setiap kasus kejahatan

2.    Tahap Kolonialisme Belanda dan VOC

Masa kolonial Belanda Setelah Belanda datang, Indonesia menganut dualisme hukum, yaitu Hukum Belanda Kuno atau Hukum Kapal Belanda, dan Hukum Adat. Hukum Belanda Kuno yang mengacu pada Hukum Romawi dibawa masuk ke Nusantara bersama kapal dagang di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.  kemudian belanda dengan membawa hukum pidana de bataviasche statuten tahun 1942, yang memuat aturan hukum pidana yang berlaku bagi orang eropa,dan selanjutnya pada tahun 1848 dibentuk lagi intermaire strafbepalingen. Disamping kedua peraturan itu juga dijalankan peraturan lain yang bersandar pada Oud Hollands dan Romeins Strafrecht. Kedua macam hukum pidana yang berlaku bagi orang eropa tersebut diatas berasaskan hukum belanda kuno dan hukum romawi. Adapun bagi orang bumiputera atau orang Indonesia asli, meskipun terdapat aturan-aturan huku ertulis tersebut tetap berlaku hukum adat pidana yang sebagian besar tidak tertulis. Pada tahun 1866 barulah dikenal kodifikasi dalam arti sebenarnya, yaitu pembukaan segala peraturan huku pidana. Pada tanggal 10 februari 1866 berlakulah dua kitab undang-undang hukum pidana di Indonesia yakni Het wetboek Van StrafrechtVoor Europeanen (S. 1866 nomor 55) yang berlaku bagi orang eropa mulai 1 januari 1867 dan  Het wetboek Van strafrecht Voor Inlands en Darmede Gelijkgestlede s. 1872 nomor 85 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1873.

Setelah berlakunya KUHP tahun 1866 dan tahun 1872, maka aturan hukum yang lama yaitu tahun 1642 dan tahun 1848 tidak berlaku lagi, demikian pula hukum adat pidana yang berlaku di daerah-daerah yang dijajah itu dihapuskan dan semua orang-orang Indonesia tunduk pada satu KUHP. Berdasarkan Regeringsreglement pasal 75 ayat 1 dan 2,sebenarnya KUHP yang ditetapkan dengan koninklijk besluit tanggal 10 februari 1866 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1867 khusus terhadap golongan eropa,adalah copy atau turunan KUHP yang berlaku pada waktu itu di negeri belanda,yakni ode penal perancis karena negeri belanda pernah dijajah oleh perancis. Perbedaanya ialah code penal perancis terdapat empat buku, sedangkan KUHP untuk golongan eropa di Indonesia hanya terdiri dua buku saja. (E. Utrecht 1960 :45)

Selanjutnya KUHP yang ditetapkan dengan ordonansi tanggal 6 mei 1872 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1873 khusus terhadap golonan bumi putera adalah suatu trunan pula dari KUHP yang berlaku untuk golongan eropa dengan perubahan-perubahan yang telah disesuaikan dengan agama dan lingkungan hidup golongan bumi putera. Adapun perbedaanya terletak pada sanksinya saja. Dengan koninklijk besluit tanggal 12 april 1896 dibentuklah rancangan KUHP yang khusus berlaku bagi golongan eropa di hindia belanda. Walupun rancangan KUHP tersebut telah disesuaikan, tetapi belum dapat ditetapkan berlakunya karena rancangan KUHP ini,maka keadaan dualisme hukum pidana di hindia belanda masih tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya.

Selama kedua rancangan KUHP yang telah disesuaikan dengan KUHP nasional belum berlaku, maka yang berlaku tetap S. 1866 nomor 55 untuk golongan eropa  dan S. 1872 nomor 85 untuk golongan Indonesia dan timur asing yang berlangsung samai dengan 1918. Setelah selesainya kedua rancangan KUHP tersebut, ternyata tetap tidak di berlakukan karena menteri daerah jajahan yaitu Mr. Idenburgh berpendapat lain, bahwa untuk hindia belanda harus berlaku satu KUHP, dengan kata lain ia menganjurkan adannya unifikas (jonkers. 1946:2). Dengan demikian maka pada tahun 1913 dibentuklah suatu panitia yang bertugas untuk menyusun KUHP yang berlaku untuk seluruh penduduk   hindia belanda. Setelah selesai, dengan koninklijk Besluit Van strafrecht Voor nederlandsch indie, dinyatakan mulai berlaku pada 1 Januari 1918 (S. 1915 nomor 732)

3.    Tahap pendudukan oleh Jepang

Masa pendudukan Jepang Masuknya tentara Jepang ke wilayah Hindia Belanda pada 8 Maret 1942 menggantikan kependudukan Belanda atas Indonesia. Berlangsung kurang lebih tiga tahun, penjajahan bangsa Jepang tak banyak berpengaruh terhadap aturan hukum pidana di Indonesia. pemerintah Jepang memberlakukan kembali peraturan zaman Belanda dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei.

Pertama, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 aturan tersebut menyebutkan, semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah terdahulu, tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. Oleh sebab itu, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie 1915 peninggalan Belanda masih tetap berlaku, di samping aturan pidana pemerintahan Jepang. Pemerintah jepang mengeluarkan  peraturan yang menetapkan  bahwa S.1915 nomor 732 tetap berlaku

 

4.    Tahap Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 1945, berlaku Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai sumber hukum tertinggi. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 mengatur: "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini." Dengan demikian, peraturan hukum pada masa itu termasuk Wetboek van Strafrecht voor nederlandsch-Indie 1915 dan peraturan pemerintahan Jepang masih berlaku. Hingga pada 26 Pebruari 1946, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang tersebut antara lain mengatur: Mencabut berlakunya hukum pidana yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang. Mencabut semua aturan hukum pidana yang dikeluarkan Panglima Tertinggi Balatentara Hindia Belanda. Peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1915. Mengubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie menjadi Wetboek van Strafrecht dan selanjutnya diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

5.    Tahap setelah Reformasi

Setelah merdeka dan menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang kita kenal sebagai KUHPlama. Dikarenakan berbagai alas an baik filosofis, sosilogis, politik dan legalitas maka diadakan RKUHP yang berjalan pelan sejak kemerdekaan. cikal bakal adanya perubahan yang ada didalam KUHP lama nantinya akan ditambahkan denganbeberapa hal yang menurut pemerintah sudah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya. Berbagai gagasan dilontarkan dan masuk juga dalam Prolegnas DPR. Usulan terkait perubahan KUHP juga berkali kali mengalami perubahan sejak reformasi karena dirasa belum sesuai dengan perkembangan yang ada. kemudian pada tahun awal 2023 akhirnya Indonesia menerapkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP baru).

Penerapan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP baru) yang akan mulai efektif berlaku dari Tahun 2026. Sehingga samapi akhir 2025 Indonesia masi tetap menggunakan KUP lama.


 

B.   Perbedaan KUHP lama dan KUHP baru

Terdapat beberapa perbedaan jenis sanksi atau hukuman pidana di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan KUHP baru. Pada 2 Januari 2023, Indonesia mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun  2023  tentang KUHP alias KUHP baru yang baru akan berlaku tiga tahun setelah diundangkan, yakni pada 2026 mendatang.

 

1.    Perbedaan jenis sanksi pidana di KUHP lama dan baru

Salah satu perbedaan yang mencolokadalah jenis sanksi pidana,dimana dalam KUHP lama hanya ada dua Pidana Pokok sedangkan dalam KUHP baru ditambahkan adanya Pidana bersifat Khusus.

Merujuk pada Pasal 10 KUHP, pidana terdiri atas dua jenis, yakni:

  1. Pidana pokok
  2. Pidana tambahan.

Sementara menurut Pasal 64 UU Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP baru), sanksi pidana terbagi menjadi:

a.    Pidana pokok

b.    Pidana tambahan

c.    Pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

Sebagai contoh

Dalam KUHP lama, tindak pidana penipuan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Dalam KUHP baru, tindak pidana penipuan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

 

2.    Pidana pokok di KUHP lama dan baru

Berdasarkan KUHP lama, pidana pokok terdiri dari lima macam. Sedangkan di KUHP baru, pidana pokok hanya terdiri atas lima macam.

Pada KUHP lama Pasal 10 huruf a, pidana pokok terdiri atas:

a.    Pidana Mati;

b.    Pidana Penjara;

c.    Pidana Kurungan;

d.    Pidana Denda;

e.    Pidana Tutupan.

Sedangkan pada Pasal 65 KUHP baru yang telah disepakati, pidana pokok terdiri atas:

a.    Pidana Penjara;

b.    Pidana Tutupan;

c.    Pidana Pengawasan;

d.    Pidana Denda; Dan

e.    Pidana Kerja Sosial.

Adanya perubahan dan penambahan pidana baru dalam KUHP baru dapat dijadikan alternative jenis pemidanaan oleh hakim. karena sistempemidanaan sekarang menganutbukan utnukmenyengsarakan terpidana akan tetapilebih kerehabilitasi yang terpidanaagardapatkembali kepada masyarakat. Perbedaan keduanya terletak pada pidana atau hukuman mati yang tak lagi menjadi pidana pokok menurut KUHP baru. Sehingga Aparat Penegak hukum tidakdapat sewenang wenang dalam menentukan hukuman mati terhadap terpidana.

Selain itu, pada KUHP baru, pemerintah juga mengganti pidana tutupan dengan pidana pengawasan. Bukan hanya itu, KUHP baru juga menambah satu jenis hukuman lain berupa pidana kerja sosial. Baik aturan lama atau baru, urutan pidana sama-sama menentukan berat atau ringannya hukuman.

 

Berikut pengertian singkat masing-masing hukuman pidana:

 

  1. Pidana mati

Roeslan Salah dalam Stelsel Pidana Indonesia (1987) menjelaskan, pidana mati atau hukuman mati adalah jenis pidana terberat menurut hukum positif Indonesia. Bagi mereka yang pro, hukuman mati dianggap sebagai pemberi efek jera lantaran kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu semakin meningkat.

Dalam KUHP lama, hukuman mati merupakan pidana pokok dan merupakan sanksi pidana tertinggi. Dalam KUHP baru, hukuman mati merupakan pidana bersifat khusus yang menjadi alternatif.dengan ini hakim tidak dapat dengan sekaligus memberikan pidana mati terhadap terdakwa. Namun melainkan sebagai alternatif dengan masa percobaan tertentu. Misalnya masa percobaan tertentu. Misalnya, pidana mati dijatuhk mati dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Maka apabila dalam jangka waktu 10 tahun narapidana berkelakuan baik, maka ancaman pidana dapat diturunkan menjadi seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 67 UU Nomor 1 Tahun 2023, yakni:

"Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif."

 

 

  1. Pidana penjara

Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau waktu tertentu. Pidana seumur hidup artinya terpidana akan dipenjara sampai meninggal dunia.

Sementara penjara waktu tertentu, dijatuhkan paling lama 15 tahun dan paling singkat satu hari. Pidana penjara selama waku tertentu sekali-kali juga tidak boleh melebihi 20 tahun.

 

  1. Pidana pengawasan

Merupakan pidana pokok dalam KUHP baru, pengawasan dapat dijatuhkan pada terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara maksimal lima tahun.

 

  1. Pidana kurungan

Pidana kurungan menurut KUHP lama dapat diberikan paling singkat selama satu hari dan paling lama selama satu tahun.

Jika ada pemberatan pidana, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. Jumlah maksimal pidana kurungan pun tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

 

  1. Pidana denda

Pidana denda adalah hukuman yang mewajibkan terpidana untuk membayar sejumlah uang ke kas negara dan tidak dimasukan dalam kategori apapun hanya menyesuaikan dengan kurs rupiah yang ada.

Pasal 79 KUHP baru membagi denda ke dalam delapan kategori, yaitu:

a.    Kategori I, Rp 1 juta

b.    Kategori II, Rp 10 juta

c.    Kategori III, Rp 50. juta

d.    Kategori IV, Rp 200 juta

e.    Kategori V, Rp 500 juta

f.     Kategori VI, Rp 2 miliar

g.    Kategori VII, Rp 5 miliar

h.    Kategori VIII, Rp 50 miliar.

 

  1. Pidana tutupan

 

Pidana tutupan ditujukan untuk politisi yang melakukan kejahatan karena ideologi yang dianutnya. Namun, dalam praktik peradilan saat ini, pidana tersebut tidak pernah diterapkan.

Pidana tutupan juga masih ada dalam KUHP baru, tepatnya pada Pasal 74. Jenis hukuman ini dapat dijatuhkan apabila terdakwa melakukan tindak pidana karena terdorong maksud yang patut dihormati.

 

  1. Pidana kerja social

 

Merujuk Pasal 85 KUHP baru, pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara kurang dari lima tahun dan hakim menjatuhkan penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak kategori II.

 

3.    Pidana tambahan di KUHP lama dan baru

 

Pidana tambahan menurut Pasal 10 huruf b KUHP lama terdiri dari tiga macam, yaitu:

1.    Pencabutan beberapa hak tertentu

2.    Perampasan barang yang tertentu

3.    Pengumuman putusan hakim.

Berbeda, pidana tambahan dalam Pasal 66 KUHP baru terbagi atas:

1.    Pencabutan hak tertentu

2.    Perbaikan akibat tindak pidana

3.    Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan

4.    Pengumuman putusan hakim

5.    Pembayaran ganti rugi

6.    Pencabutan izin tertentu

7.    Pemenuhan kewajiban adat setempat.pengumuman putusan pengadilan

8.    Pembiayayaan pelatihan kerja

9.    Pembubaran korporasi

10. Penutupan atau pembekuan baik sebagian atau seluruh kegiatan koorporasi

11. Pelarangan permanen perbuatan tertentu;

Pidana tambahan menurut KUHP terbaru dapat dikenakan apabila penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan pemidanaan. Pidana tambahan juga dapat dijatuhkan sebanyak satu jenis atau lebih.

 

4.    Adanya Penambahan Subjek baru dalam KUHP baru

Korporasi sebagai sebagai Subjek Tindak Pidana Pada KUHP lama, subjek hukum pidana hanya mengenal perseorangan seehingga kita sering mendengar pasal dimulai dengan kata “barangsiapa”. “barangsiapa”. Berbeda dengan KUHP baru, subjek pidana yang dikenal bukan hanya berupa   perorangan, namun korporasi juga. Sehingga pemaknaan seseorang semakin meluas tidak hanya individu tetapi korporasi sebagaimna dalam subjek hukum perdata yang memasaukan badan hukum atau korposari sebgai subjek hukum.

 

5.    Asas asas dalam KUHP lama dan baru

Dalam KUHP lama ada beberapa asas

1.    Asas Legalitas (pasal 1 ayat (1) KUHP) Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali, yang artnya tdak ada delik, tdak ada pidana tanpa pidana yang mendahuluinya.

2.    Asas teritorial (pasal 2 KUHP) “Aturan pidana dalam perundang-undangan pidana Indonesia berlaku bagi setap orang yang melakukan perbuatan pidana dalam wilayah Indonesia

3.    Asas nasionalitas aktf (pasal 5 KUHP) berpatokan pada status kewarganegaraan pelaku  bahwa hukum pidana Indonesia Indonesia mengikut warga negaranya yang berada diluar negeri. Hal ini juga bermaksud menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat.

4.    Asas nasionalitas pasif (pasal 4 KUHP), mengikut perbuatannya sepanjang mengancam dan merugikan kepentngan nasional maka aturan pidana Indonesia dapat diterapkan kepadanya

5.    Asas Universal, Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh  pengecualian pengecualian   dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentngan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap bahwa Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia.

 

Asas Dalam KUHP baru

1.    Asas Legalitas  harus mengikuti :

a.    Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana apabila perbuatan itu tidak diatur dalam suatu peraturan terlebih dahulu.

b.    Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh didasarkan pada analogi.

c.     Peraturan-peraturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

asas legalitas lebih menekankan pada aspek materiil, dalam arti mempertimbangkan pada hukum lain yang ada di masyarakat

2.    Asas teritorial diatur dalam Pasal 4 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa ketentuan pidana dalam undang undang berlaku bagi setiap orang yang melakukan:

a.    tindak pidana di wilayah NKRI;

b.    tindak pidana di kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau

c.    tindak pidana di bidang teknologi informasi atau tindak pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah NKRI atau di kapal Indonesia dan di  pesawat udara Indonesia

3.    Asas nasionalitas aktif diatur  dalam Pasal 8 UU 1/2023 dengan ketentuan :

a.    Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b.    Ketentuan pidana tersebut berlaku jika perbuatan tersebut juga merupakan tindak  pidana di negara tempat tindak pidana dilakukan.

c.    Ketentuan tersebut tidak berlaku untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III.

d.    Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah tindak pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana di negara tempat tindak pidana dilakukan.

e.    Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud tidak dapat dijatuhi pidana mati jika tindak pidana tersebut menurut hukum negara tempat tindak pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengan pidana mati.

4.    Asas nasionalitas pasif diatur dalam Pasal 5 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang berlaku bagi setiap orang di luar wilayah NKRI yang melakukan tindak pidana terhadap kepentingan  NKRI yang berhubungan dengan:

a.    Keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;

b.    martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/ atau Pejabat Indonesia di luar negeri;

c.    mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;

d.    perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;

e.    keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;

f.     keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;

g.    keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;

5.    Asas Universal, diatur dalam Pasal 6 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang berlaku bagi setiap orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam Undang-Undang. Dan Pasal 7 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.

 

Secara garis besar asas-asas yang terkandung baik dalam KUHP lama maupun dalam KUHP baru masih sama hanya berbeda dalam pasal dan menambahkan beberapa pengertian tambahan.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

 

Kesimpulan antara KUHP lama dan KUHP baru secara isi tidak terlalu berbeda namun ada beberapa perbedaan yang terlihat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam KUHP baru ada pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial yang mana pada KUHP lama hanya ada pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Dalam KUHP Lama maupun KUHP baru memiliki asas yang kurang lebih sama dan tidak ada perbedaan yang mencolok.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang.

Jonkers, 1987, Hukum Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta.

Moeljatno, 1981, Asas-Asas Hukum Pidana, Asdi, Jakarta.

Anonim, “Perkembangan Aturan Khusus (Special Rules) di luar KUHP”, http://ikamadewis.wordpress.com/perkembangan-aturan-khusus-special-rulesdi-luar-kuhp/.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/17/100000065/perbandingan-jenis-sanksi-pidana-di-kuhp-lama-dan-kuhp-baru?page=all#:~:text=Pidana%20bersifat%20khusus%20di%20KUHP,bersifat%20khusus%20yang%20menjadi%20alternatif.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/08/133000565/sejarah-hukum-pidana-di-Indonesia-dari-sebelum-penjajahan-hingga-berlakunya

https://bplawyers.co.id/2023/01/04/rkuhp-disahkan-apa-saja-yang-baru-terhadap-ketentuanpemidanaan-di-Indonesia/

https://www.hukumonline.com/berita/a/asas-asas-hukum-pidana

https://www.scribd.com/document/647588664/PERBANDINGAN-KUHP-LAMA-DENGAN-KUHP-BARU-2

http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/PHI-6-ASAS-HUKUM-PIDANA.pdf