Oleh :
Abi Kusuma F.A 10/299735/HK/18500
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa pula sholawat serta salam saya
haturkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW karena beliaulah yang menjadi inspirasi
saya dan suri tauladan untuk saya. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah
Hukum Lingkungan dan dengan adanya makalah ini saya mengharapkan makalah ini
dapat berguna untuk pembaca. Selain itu saya mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Abdullah Abdul fatah selaku dosen mata kuliah Hukum Lingkungan atas
bimbingan dan pengarahannya. Dan saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Saya juga menyadari bahwa makalah masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saya juga sangat membutuhkan kritik dan saran dari
pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik. Dan saya juga mohon maaf
apabila didalam makalah ini ada yang kalimat,kata-kata dan penulisan yang tidak
sesuai atau salah dari saya (penulis) yang menyingung.
Penulis
Abi Kusuma F.A
PENDAHULUAN
Kita
mengetahui bahwa masyarakat Indonesia dalam keseharian lebih dekat dengan yang
namanya alam dibandingkan dengan penerapan tekhnologi. Dalam perkembangan
tekhnologi yang mengelola sumber daya alam seharusnya memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya untuk kesejah teraan rakyat dan tetap harus memperhatikan
keseimbangan, kelestarian dan keberlanjutan terhadap alam karena dengan itulah
generasi-generasi yang mendatang akan dapat mengelola dan menikmatinya serta
mendapatkan manfaat dari alam. Dengan mempertimbangakan kualitas lingkuangan
alam,sosoial,budaya dan ekonomi yang menjadi komoditi akan membuat sebuah
pengelolaan terhadap sumber daya yang ada akan menjadi lebih optimal. kita juga
mengetahui bahwa manusia adalah salah satu makhluk yang pandai mengexplorasi
sumber daya Akan tetapi tindakan manusia yang seolah –olah memiliki hak penuh
terhadap sumber daya bahkan seperti memiliki alam sehingga menggunakan semuanya
tanpa memikirkan akibat yang ditimbukan oleh tindakanya tersebut. kita juga
mengetahui bahwa manusia juga termasuk dalam sebuah ekosistem dimana manusia
memiliki peran terhadap kelangsungan ekositemnya akan tetapi manusia malah
melakukan tindakan – tindakan yang salah satunya merusak dan mencemari
lingkungan alam. Pencemaran dan perusakan lingkungan alam yang ditimbukan oleh
tindakan manusia juga harus ada pertanggung jawaban. Kewajiban tanggung jawab
juga harus sebagai syarat bagi dikelurkanya izin dalam pengelolaan dan
pemanfaatan lingkungan alam karena dengan adanya hal ini ini maka pihak yang
mengelola dan memanfaatkan lingkungan alam dapat dimintai pertanggungjawaban
jika terdapat perusakan dan pencemaran lingkungan serta dapat membuat pihak
yang mengelola dan memanfaatkan lingkungan alam dapat menjaga,melestarikan,dan
memberdaya gunakan lingkungan dengan baik.
Dalam
tulisan ini saya ingin membahas sedikit tentang masalah lingkungan dengan
dilihat dari prespektif hukum. Dalam tulisan ini saya ingin sedikit membahas
masalah lingkungan tentang pencemaran yang terjadi diteluk buyat yang dilakukan
oleh PT. Newmont khususnya PT NMR( Newmont Minahasa Raya)
Newmont
minning corporation adalah salah satu dari perusahaan minyak terbesar didunia
yang berpusat di amerika serikat (AS), dan memiliki banyak anak perusahaan yang
tersebar diberbagai negara seperti, Amerika, Canada, Peru, Bolivia, Australia dan
Indonesia. Di Indonesia ada beberapa perusahaan seperti PT Newmont Minahasa
Raya (NMR), PT Newmont Pasific Nusantara dan PT Newmont Nusa Tengara). Newmont
memiliki saham di PT .NMR sebesar 80% dan sisnya yang 20% dimiliki oleh PT
Serapung Indonesia. Pada tahun 1986 newmont menandatangani perjanjian atau
kontrak karya[1]
dengan pemerintah Indonesia. Dan PT NMR baru beroperasi 10 tahun setelah
penanda tanganan kotrak karya kemudian yaitu pada 1996 dan berakhir pada tahun
2004 jadi PT NMR beroperasi selama 8 tahun. PT NMR beroperasi diwilayah
pertambangan seluas 527.448 hektare.
Dalam hal ini PT NMR membuang limbah
atau “tailing” (pasir, lumpur dan hal lain yang akibat dari proses pemisahan
antara emas dengan batuan di pabrik pengolahan)[2]
melalui pipa pembuangan keperairan laut teluk buyat (Submarine
Tailing Disposal-STD). sejak meuali beroperasi PT NMR telah membuang tailing ke
laut atau perairan teluk buyat sebanyak 2000 ton per hari dan dalam waktu 5
tahun telah membuang tailing kurang lebih 2.8 000.000 ton (2,8 juta ton). PT
NMR dituduh telah melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan di perairan di
teluk buyat.
Sejak
tahu 1986 PT NMR telah menimbulkan beban penderitaan terhadap masyarakat
disekitar teluk buyat dan kerusakan lingkungan hidup yang bisa dikatakan
kerusakan lingkungan yang berat. Hal ini
juga diperkuat oleh laporan resmi tim teknis penanganan kasus pencemaran dan perusakan
lingkungan teluk buyat – teluk ratatotok (2004). Dan dalam laporan tersebut, disebutkan
;
a.
Berlawan dengan klaim PT nemont, dengan tidak
ditemukanya lapisan pelindungan
termoklin dalam kedalaman 82 meter,
b.
Teluk buyat tercemar Arsen dan Mercury berdasarkan
ASEAN Marine Water Quality Criteria 2004
c.
Sumber (pencemaran) Arsen dan Mercury di teluk buyat
adalah limbah PT NMR BUKAN alami
d.
Keanekaragaman hayati kehidupan laut di teluk buyat
mengalami penurunan karena pencemaran Arsen
e.
Terjadi akumulasi (penumpukan) mercury dalam makhluk
dasar laut (benthos) di teluk buyat
f.
Kadar Mercury dalam ikan bersiko (kesehatan) bagi penduduk di teluk buyat
g.
Kadar Arsen dalam ikan bersiko (kesehatan) bagi penduduk di teluk buyat
h.
Upaya clean-up (pembersihan) di teluk buyat perlu
dilakukan berdasarkan tingkat ancaman terhadap kesehatan manusia (human healt hazard)
i.
Kadar Arsen dalam air minum melampaui baku mutu[3]
PERMENKES (peratuaran menteri kesehatan)
j.
Kadar logam berat dalam udara di dusun buyat pante
secara keseluruhan paling tinggi dibandingkan desa lainya
k.
Pembuangan limbah tambang PT NMR MELANGGAR undang undang
penelolaan limbah beracun[4].
Menyadari akan hal
itu dan dengan berjalan waktu maka masyarakat dan bebarapa LSM serta pemerintah
melakukan gugatan kepada PT NMR terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan
ini. Akan tetapi dalam kenyataan kasus pencemaran dan perusak tidak diproses
secara tegas penenganya oleh pemerintah. PT NMR dengan berbagai alasanya
menyangkal dan membuktika bahwa PT NMR tidak pernah melakukan pencemaran dan
perusakan lingkungan di teluk buyat. Pada tahun 2004 pemerintah didalamnya
Mentri lingkuangan hidup menyelesaikan persoalan ini lewa jalur non-litigasi
dengan meminta PT NMR untuk membayar
ganti kerugian sebesar 124 juta dolar AS akibat penurunan mutu lingkungan hidup
dan kehidupan warga buyat yang menjadi korban akibat aktifitas pertambangan
oleh PT NMR. Akan tetapi PT NMR hanya sanggup membayar 30 juta dolar AS, dikira
dengan adanya penyelesaian non – litigasi dianggap sebagai jalur penyelesaian
yang tepat. Kemudian tahun 2006 pemerintah ingin mengajukan masalah pencemaran
dan perusakan kejalur litigasi yaitu jalur pidana akan tetapi tuntutan tersebut
tidak berjalan, karena pihak PT NMR telah membayar ganti kerugian kepada
pemerintah sebesar 30 juta dolar AS.kemudian saat didalam siding Pengadilan
Negeri (PN) Menado yang di pimpin oleh ketua majelis hakim,ridwan damanik,dalam
kasus pencemaran dan perusakann teluk buyat, memvonis PT NMR dan presiden
direktur PT NMR Richard B Ness bebas dari dakwaan
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di teluk buyat.jaksa penuntut umum
(JPU) yang diwakili oleh purwanta dan mutmaina umaji menyatakan bahwa pihak kejaksaan
akan melakukan upaya hukum perlawanan atas putusakan kasasi. Dalam
pertimbangany, majlis hakim mengemukakan bahwa data pencemaran yang diajuka
oleh jaksa penuntut umum yang didasarkan laboraturium forensic (puslabfor)
mabes polri berbeda dengan sejumlah data pengujian yang dilakukan oleh sejumlah
instansi penelitian baik nasional maupun internasional dan menyatakan bahwa
konsentrasi logam di dalam air, biota dan tubuh manusia berada dibawah bakumutu
yang ditetapkan kantor kementrian lingkungan hidup. Selain itu hasil pengujian konsentrasi
limbah tambang (tailing) yang dibuang kelaut bukan bahan beracun. Sementara itu
penempatan tailing di laut pada kedalaman 80 meter tidak menggangu termokilin
dan selama ini tidak terbawa arus laut sehingga tidak mencemari perairan soal
tuduhan pembuangan limbah tailing tanpa izin menutur majelis hakim, PT NMR
sebelum beroperasi sudah membuat AMDAL (analisis mengenai dampak lingkingan)
yang memuat pembuangan tailing ke laut dan AMDAL tersebut disetujui oleh
pemerintah dengan demikian tidak benar PT NMR membuang tailing tanpa ijin.
Selain itu sebelum dibuang kelaut PT NMR telah mengolah tailing untuk membuang
zat-zat beracun (detoksifikasi) sehingga tailing tidak beracun. Akibat dari
putusan bebas yang ditetapkan majelis hakim adalah sebuah pukulan terhadap
masyarakat dan lingkungan hidup karena pada kenyataanya telah terjadi
pencemaran dan perusakan akan tetapi mungkin itu adalah salah satu cara dari
para pemegang kendali untuk mengubur atau7 menutupi masalah atau kasus dengan
membawa kepengadilan lalu diputus dengan putusan bebas. Hal ini membuat kita
sebagai masyarakat merasa miris akan hal tersebut oleh karena itu perlunya
perbaikan system administrasi dan system hukum agar hal seperti ini tidak
terulang lagi karena akan menimbulkan kerugaian bagi maysrakat dan lingkungan.
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan saya
akan menyampaikan beberapa hal yang saya temukan mengenai pencemaran dan perusakan oleh PT
NMR.
A.
Bahaya
Arsen Dan Kadimum
Arsen (As) adalah suatu senyawa atau zat kimia
yang dapat merusak ginjal jika keracunan kuat sekali. Senyawa sulit dideteksi
karena tidak memiliki rasa yang khas/menonjol, gejala - gejala keracunan
senyawa ini adalah sakit di kerongkongan, sukar menelan, rasa nyeri lambung dan
muntah-muntah[5] serangan
akut berupa rasa sangat sakit perut akibat sistem pencernaan
rusak, muntah, diare,
rasa haus yang hebat, kram perut, dan akhirnya syok, koma,
dan kematian.
Paparan dalam jangka waktu lama, seperti meminum air terkontaminasi arsen,
dapat menyebabkan nafas berbau, keringat
berlebih, otot
lunglai, perubahan warna kulit
(menjadi gelap), penyakit pembuluh tepi, parestesia tangan dan
kaki
(gangguan saraf), blackfoot
disease dan kanker
kulit[6].
Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat
dengan penyebaran yang sangat luas di alam. Didalam tubuh Cd bersenyawa dengan
Belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa
spalerite (ZnS). Cadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak
dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas Amcnia (NH3). Logam Kadmium atau
Cd juga akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme
hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai
makanan biota yang tertinggi mengalami akumulasi Cd yang banyak. Keracunan
kadmium, menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru
akut dan dapat menimbulkan kematian bagi orang yang keracunan[7].
B.
Bahaya
Sianida Dan Merkuri
Sianida sudah lama dikenal sebagai racun.
Dalam konsentrasi alami sianida dibutuhkan tubuh kita untuk ikut serta
membentuk Vitamin B12. Konsentrasi di luar itu akan mengganggu fungsi otak,
jantung dan menghambat jaringan pernapasan. Orang merasa seperti tercekik dan
sampai mengalami kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan iritasi.
Sianida secara besar-besaran digunakan oleh industri pertambangan untuk
membantu pemisahan unsur metal murni dengan yang tidak murni dari bebatuan.
Kasus yang berhubungan dengan Sianida pada industri pertambangan terjadi
dibanyak tempat, diantaranya Amerika Serikat dan Spanyol. Contoh kasus : South
Dakota, Amerika Serikat: 29 Mei, 1986, 6 - 7 ton tailing yang berisi sianida
(cyanide-laced tailings) tumpah dari Homestake Mine ke dalam White Wood Creek
di Black Hills (Dakota Utara), menyebabkan terbunuhnya ikan ikan. Kemungkinan
membutuhkan bertahun-tahun untuk memulihkan sungai-sungai tersebut ke keadaan
semula[8].
Merkuri telah digunakan untuk menambang
emas selama berabad-abad karena racun tersebut murah, mudah digunakan dan
relatif efisien. Namun dampak yang ditimbulkannya juga dirasakan sampai berabad
kemudian. Merkuri menjadi suatu toksin yang bersifat dapat merusak bayi-bayi
dalam kandungan, sistem saraf pusat manusia, organ-organ reproduksi dan sistem
kekebalan tubuh. Insiden besar yang diakibatkan pencemaran merkuri terjadi di
Minamata, Jepang; diperkirakan 1.800 orang meninggal dunia karena memakan hasil
laut perairan lokal yang tercemar merkuri[9].
C. Pengelolaan
B3 dan pembuangan/dumping kelaut oleh PT NMR
Ø PT.NMR
melakukan dumping tailing yang telah dilakukan sejak tahun 1996 tanpa memiliki
izin
Ø Tindakan
yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah melakukan dumping tailing sejak 1999
hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar Pasal 20 ayat (1) UU No. 23
tahun 1997
Ø Tindakan
yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah melakukan dumping tailing ke laut sejak
1999 hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar Pasal 9 ayat (1) PP No.
19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut.
Ø Surat
yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000 bukan
merupakan izin.
Ø Dengan
demikian pembuangan tailing tersebut merupakan perbuatan pembuangan limbah B3
tanpa izin yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur
dan diancam dalam pasal 43 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) UU No. 23 tahun 1997.
Ø Terhadap
tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah membuang limbah B3 ke laut
sejak 1999 hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar PP No. 19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut.
Ø Berdasarkan
Evaluasi Laporan Pelaksanaan RKL/RPL yang dilakukan oleh MenLH limbah B3 PT NMR
tidak tereduksi dengan baik (hasil detoksifikasi melebihi baku mutu), hal ini
melanggar Pasal 9 ayat (1) PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999
Ø Berdasarkan
telaah dokumen tidak ditemukan izin pengolahan limbah B3 sesuai dengan
ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf (a) PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun
1999
Dengan adanya hal yang diungkap memberitahukan kepada
kita bahwa system administrasi yang digunakan pemerintah lemah dimana ada
perusahaan yang tidak memiliki izin
dapat beropersi padahal kita ketahui bahwa untuk melakukan sebuah aktifitas
memerlukan izin yang lumayan rumit akan tetapi mengapa PT NMR dengan mudahnya
membuang limbah ke laut padahal PT NMR tidak memiliki izin. Hal ini menimbulkan
pertanyaan besar mengapa PT NMR dapat membuang limbahnya kelaut tanpa izin, apa
yang dilakukan pemerintah akan pelanggaran izin yang dilakukan PT NMR.
D.
Pelanggaran
Izin
Informasi AMDAL
Ø Bahwa
berdasarkan hasil evaluasi atas RKL/RPL yang telah disampaikan oleh Kementerian
LH dapat disimpulkan telah terjadi pelanggaran atas ketentuan RKL/RPL yang
secara hukum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas syarat izin dan dapat
dipergunakan sebagai dasar bagi instansi pemberi izin untuk menerapkan sanksi
administrasi. Akan tetapi mengapa tidak ada sanksi yang diberikan padahal
aktifitas yang dilakukan mempunyai dampak penting bagi masyarakat dan
lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan apa guna dari hukum administrasi
jika hukum administrasi tidak diterakan
Ø PT
NMR telah memberikan informasi yang tidak benar mengenai Thermocline.
Ø Penentuan
letak Thermocline didasarkan pada asumsi-asumsi modelling yang tidak valid
seperti yang telah disebutkan pada dokumen AMDAL.
Ø PT
NMR telah mengetahui atau setidaknya patut mengetahui bahwa penentuan titik
Thermocline tidak valid, akan tetapi ternyata PT NMR tidak memiliki itikad baik
untuk melakukan modelling ulang.
Ø Kealpaan
tidak validnya penentuan titik Thermocline dan tidak dilakukannya modelling
ulang merupakan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur
dan diancam dalam pasal 42 (1) dan ayat (2) UU No. 23 tahun 1997
Ø Pemberian
informasi yang salah yang kemudian mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana
diatur dan diancam dalam pasal 43 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 23 tahun 1997.
KAJIAN HUKUM
Menurut pendapat saya yang didasarkan beberapa literature
yang saya temukan diinternet, menyatakan bahwa PT NMR telah melakukan
pencemaran dan perusakan lingkungan yang dapat dikenakan hukuman dari hukum
administrasi lingkungan, hukum perdata lingkungan dan hukum pidana lingkungan,
Dalam hukum administrasi lingkungan PT NMR tidak memiliki
izin dalam dumping tailing kelaut,dan tidak memiliki AMDAL dan karena tidak
memiliki AMDAL maka seharunya PT NMR tidak dapat beroperasi karena izin usaha harus menyertakan AMDAL dan
seharusnya dengan dasar ini PT NMR dikenakan sanksi administrative seperti ;
·
Teguran tertulis
·
Paksaan pemerintah
·
Pembekuan izin usaha
·
Pencabutan izin usaha
Akan tetapi karena PT
NMR tidak memiliki izin maka seharusnya pemerintah dengan tegas memberikan
sanksi yang pantas dan sesuai kepada PT NMR karena tindakanya yang tanpa izin
melakukan perusakan lingkungan.
Dalam hukum perdata
lingkungan, aktifitas dari PT NMR dapat digolongkan sebagai aktifitas yang kegiatanya menggunakan B3,
menghasilkan dan mengelola limbah serta menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup maka PT NMR dikenakan pertanggungjawaban mutlak dimana
penuntut tidak memerlukan pembuktian untuk unsure kesalahan yang dilakukan.
akan tetapi karena kepintaran PT NMR atau kesalahan dari pemerintah dalam
menuntut PT NMR dengan menggunakan asas tanggung jawab berdasarkan kesalahan
bukan berdasarkan asas pertanggungjawaban mutlak dimana dengan menggunakan asas
pertanggunjawaban berdasrkan kesalahan memerlukan unsure – unsure yang harus
terpenuhi seperti perbuatan melawan hukum,kerugian (baik langsung maupun tidak
langsung),sebab akibat dan kesalahan. Dimana hal ini ditujukan agar penuntut
harus membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku akan tetapi jika tidak
dapat membuktikan maka perkara tersebut bisa diputus hakim dengan bebas seperti
kasus PT NMR. Saya juga menyayangkan karena penyelidikan tentang pencemaran dan
perusakan di teluk buyat berbeda laboraturium sehingga menyebabkan perbedaan
hasil. Selain itu perbedaan ini juga bisa tergantung akan baku mutu, kecermatan
peneliti ,perbedaan waktu,tempat,obyek pengambilan sampel dan perbedaan
laoraturium.dan juga saya menyayangkan mengapa majelis haki memutuskan padahal
ada dua pendapat yang berbeda menurut saya seharusnya majelis hakim menyamakan
semua hal dalam penelitian sehingga dapat ditentukan apa sebenarnya yang
terjadi.
Dalam
hukum pidana lingkungan, meyatakan bahwa peristiwa pencemaran teluk Buyat oleh
PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR), terjadi karena adanya kesengajaan/kealpaan
dari pihak PT NMR itu sendiri. Alasan inilah yang menjadi latar belakang
gugatan atas PT NMR, yang dituduh telah melakukan pencemaran di teluk Buyat
akibat buangan limbah industri hasil tambang emas PT NMR ke dasar laut.
Tuntutan ini sendiri didasari oleh Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terdapat pada pasal 41 dan 42.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) Pasal 41 Ayat (1) menyatakan, "barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah".[10]
Selanjutnya, Pasal 42 Ayat (1) menyatakan, "barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah". [11]
Saya mengkaitkan masalah ini PT NMR maka, PT NMR seharusnya dikenakan tanggung-jawab pidana dan Ness dapat dikenakan penjara hanya apabila dapat dibuktikan PT NMR secara SENGAJA atau karena KEALPAANNYA telah menyebabkan pencemaran. Artinya, meskipun pencemaran lingkungan telah terjadi, tetapi tidak dapat dibuktikan bahwa PT NMR SENGAJA melakukan pencemaran atau ALPA ketika melakukan tailing/pembuangan sehingga mengakibatkan pencemaran, maka PT NMR tidak dapat dihukum. Asas kesalahan yang digunakan oleh pasal 41 dan 42 ini dikenal sebagai asas tanggung-jawab pidana umum. Pengunaan asas ini sebenarnya mempunyai kelemahan yaitu out-put keadilan sangat tergantung pada ketrampilan para pihak yang berperkara dipengadilan. Karena soal pembuktian kesengajaan dan kealpaan selain digantungkan pada bukti yang tersedia, juga pada kemampuan jaksa penuntut membuktikan dalil-dalilnya. Proses peradilan ini terkesan tertutup dengan soal soal non juridis, dan dampak sosial.
Pandangan lain yang pernah diwacanakan adalah, hakim seyogyanya menganut asas tanggung jawab pidana mutlak yang hanya membutuhkan unsur Pengetahuan dan unsur Perbuatan dari si terdakwa. Artinya, hakim dalam mengadili perkara cukup melihat apakah si terdakwa mengetahui atau menyadari tentang potensi kerugian yang mungkin timbul. Dan juga diikuti dengan tindakan nyata. Adanya dua keadaan ini sudah cukup bagi hakim untuk memutus perkara dan menyatakan PT NMR telah melakukan pencemaran. Jadi tidak diperlukan unsur kesengajaan (Frances Russell dan Christine Locke; "English Law & Language, Casses", 1992).
Dalam kasus ini tidak ada bukti yang memberatkan terdakwa. Tidak ada kesengajaan dan atau kealpaan, namun demikian pengadilan memutuskan si terdakwa tetap bersalah dengan pertimbangan dia patut mengetahui bahwa tangki tersebut bisa saja hanyut dan mengakibat hal lain yang dapat merusak lingkungan dan atau merugikan pihak lain. Moral yang mendasari putusan ini adalah jika atas dasar kesengajaan dan kealpaan saja, kemungkinan besar pencemaran akan tetap terus terjadi tanpa dapat menghukum pelaku dan penyebab pencemaran. Sehingga pencemaran akan tetap terjadi.
Bentuk pertanggung-jawaban lainnya yang ada pada Undang Undang 23 Tahun 1997 adalah pertanggungjawaban menurut pasal 35 yang menyatakan bahwa "Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan" yang usaha dan kegiatannya menimbulkan kerusakan /pencemaran lingkungan" bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang terjadi". Pasal 35 UU 23/97 ini , bukan tanggung jawab pidana tetapi tanggung jawab perdata berupa ganti rugi mutlak yang artinya si penanggung jawab usaha/kegiatan harus memberikan ganti rugi seketika dan langsung tanpa harus ada pembuktian adanya kesalahan atau tidak. Asas dan prinsip tanggung-jawab langsung dan seketika pada hukum lingkungan ini juga berlaku dalam bidang medis kedokteran, dalam hal terjadi "malpraktek" misalnya terjadi tertinggalnya gunting kecil dalam tubuh pasien, setelah selesai operasi atas diri pasien. Dalam hal demikian tidak perlu dilakukan pembuktian lagi. Tertinggalnya gunting dalam perut pasien, sudah merupakan bukti telah terjadi kelalaian medis (malpraktek kedokteran). Hal mana bersandar pada prinsip "res ipsa ligutur- let the thing speaks for itself." Demikian halnya dalam hukum penerbangan. Jika terjadi kecelakan pesawat udara yang menyebabkan kematian atau luka-luka pada penumpang, maka pihak pengangkut bertanggung jawab untuk mengganti kerugian secara mutlak, tanpa harus ada pembuktian ada-tidaknya kesalahan pada pihak pengangkut (perusahaan penerbangan). Hanya saja jumlah ganti rugi biasanya sudah ditentukan untuk penumpang yang mati dan yang cacad dsb. Sedangkan pada kerusakan/pencemaran linkungan besarnya ganti rugi tak ditentukan batasnya. Pertanggung-jawaban perdatanya pada kasus pencemaran Teluk Buyat telah terselesaikan dengan mediasi di bawah pengawasan pengadilan Negari Jakarta Selatan berupa ganti 30 juta dollar bagi program pengembangan masyarakat dan pemantauan lingkungan.[12]
PENUTUP
Saya mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Dan saya juga mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dan
kekeliruan.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/arsen diakses 30 maret 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Keracunan_arsenik
diakses 30 maret 2011
[7]
http://id.wikipedia.org/wiki/Kadmium diakses 30 maret 2011
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Sianida
diakses 30 maret 2011
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Merkuri
diakses 30 March 2011
[10] Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH)
[11] Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar