Perjanjian sewa-menyewa
diatur di dalam babVII Buku III KUH Perdata yang berjudul “Tentang
Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata.
Definisi sewa-menyewa :
Definisi perjanjian
sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa:
“ Perjanjian
sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang,
selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak
tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan
menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.
Definisi lain:
“Persetujuan untuk pemakian
sementara suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran
suatu harga tertentu” (Algra, dkk, 1983: 199)
“Sewa-menyewa barang
adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai
dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh
pemakai kepada pemilik”. (Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang
Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Hal. 190)
Dalam Perjanjian
sewa-menyewa ada dua pihak yang terlibat yaitu Pihak penyewa dan pihak yang
menyewakan.
Menurut KUH Perdata
Kedua belah pihak memiliki kewajiban:
Pihak yang
menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji, wajib
untuk;
1. menyerahkan
barang yang disewakan kepada penyewa;
2. memelihara
barang itu sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang
dimaksud;
3. memberikan
hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan
tenteram selama
berlangsungnya sewa. (KUH Perdata pasal 1550)
Hak dari yang
menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan.
Penyewa harus
menepati dua kewajiban utama:
1. memakai
barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sesuai dengan
tujuan barang
itu menurut persetujuan sewa atau jika tidak ada persetujuan mengenai hal
itu, sesuai
dengan tujuan barang itu menurut persangkaan menyangkut keadaan;
2. membayar
harga sewa pada waktu yang telah ditentukan. (KUH Perdata 1560)
Hak dari yang
menyewa adalah menerima kenikmatan dari suatu barang selama waktu yang
ditentukan oleh perjanjian.
Dalam
sewa-menyewa ada perjanjian yang memenuhi unsur sesuai KUH Perdata 1320;
Supaya terjadi
persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok
persoalan tertentu;
4. suatu sebab
yang tidak terlarang.
Risiko rusaknya atau
musnahnya batang yang menjadi objek sewa di atur dalam KUH Perdata pasal
1551. Pihak yang menyewakan wajib untuk
menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara segala-galanya.
Selama waktu sewa, ia harus menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan yang perlu
dilakukan pada barang yang disewakan, kecuali pembentukan yang menjadi
kewajiban penyewa.
1552. Pihak yang menyewakan harus
menanggung penyewa terhadap semua cacat barang yang disewakan yang merintangi
pemakaian barang itu, meskipun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak
mengetahuinya pada waktu dibuat persetujuan sewa. Jika cacat-cacat itu telah
mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa, maka pihak yang menyewakan wajib
memberikan ganti rugi.
1553. Jika barang yang disewakan musnah
sama sekali dalam masa sewa karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka
persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barang yang bersangkutan hanya sebagian
musnah, maka penyewa dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan
harga atau akan meminta pembatalan persetujuan sewa, tetapi dalam kedua hal itu
ia tidak berhak atas ganti rugi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar