Kasus
:
Mobil sebagai moda transortasi suah
bergerak menjadi kebutuhan primer. Untuk merk-merk mobil tertentu, pembelian
bahkan dilakukan dengan sistem Indent. Pembeli harus memesan mobil yang
diinginkan untuk jangkawaktu tertentu dengan terlebih dahulu memenuhi
persyaratan membayar uang muka (down payment) dan menandatangani perjanjian barang.
Daidalam
praktek jual beli mobil dengan sistem indent. Biasanya pembeli diminata
membayar uang muka sebesar Rp 5 juta- Rp10 juta dan menandatangani perjanjian
yang isinya anatara lain?
1. Harga
mobil dapat berubah pada saat mobil yang dipesan datang
2. Jika
pembeli membatalkan pembelian secara sepihak, maka uang muka akan dipotong 50%.
Pada
suatu waktu pernah terjadi kasus dimana pembeli membatalkan perjanjian jual
beli karena pada saat mobil yang dipeanys datang(setelah menunggu lebih dari 4
bulan), ternyata harganya naik 5% .pihak dealer menyatakan bahwa harga tersebut
dikarenakan adanya kenaikan tarif pajak penjualan.Akan tetapi, pihak Direktorat
Pajak mambantah adanya kenaikan tarif pajak penjualan mobil. Akibat pembatalan
tersebut, uang muka yang telah dibayarkan oleh pembeli hanya dikembalikan 50%.
Soal
:
Berikanlah
analisis mendalam dari kasus tersebut diatas.
Catatan:
lihat UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Jawab :
Menurut pendapat saya melihat dari perikatan yang
ada diatas adalah cenderung masuk kepada perikatan bersyarat dengan syarat
tanggung karena melihat dari unsur perikatan yang mana menggantungkan pada
syarat tertentu. Hal ini sesuai dengan pengertian perikatan bersyarat sesuai
dengan Pasal 1253
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perikatan adalah bersyarat, apabila
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu
akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan sehingga terjadinya peristiwa
tersebut (syarat tanggung) maupun secara membatalkan perikatan menurut
terjadinya atau tidaknya peristiwa itu (syarat batal). Menurut hartono
berdasarkan ketentuan pasal 1253 KUHPerdata tersebut, maka dapat diketahui
bahwa ukuran dari pelaksanaan perikatan adalah adanya syarat terjadinya atau
tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. Sedangkan menurut
buku R.Setiawan perikatan yang berlakunya atau hapusnya
perikatan tersebut berdasarkan persetujuan yang digantungkan kepada terjadi
atau tidaknya suatu peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi.[1]
Periaktan dengan syarat tangguh adalah perikatan
yang menangguhkan,perikatan baru baru lahir jika terpenuhinya persyaratan
dengan kata lain perikatan akan lahir jika syarat terpenuhi. Jadi jika kitaa
lihat kasus diatas bahwa pihak dealer menawarkan persyaratan yang mana pembeli
harus meng-indent dan membayar DP terlebih dahulu maka dealer akan mengirimkan
mobil yang pembeli pesan. Membayar DP atas barang indent inilah yang saya
maksudkan sebagai perikatan bersyarat karena jika hal ini dilakukan maka dealer
wajib memenuahi haknya untuk memberikan mobil indenya.
Akan tetapi
setelah sepakat dan menunggu beberapa bulan,mobil datang dengan harganya naik sebesar
5% dari kesepakatan awal maka dengan alasan kenaikan pajak penjualan akan
tetapi hal tersebut dibantah oleh Direktorat pajak sehingga pembeli
membatalkannya. Karena pembatalan ini menyebabkan ada masalah dimana pemebli
tidak terima akan adanya hal tersebut karena pihak dealer melakukan pembohongan
kepadanya dan DP yang telah ia keluarkan dipotong 50% dengan alasan bahwa
adanya kesepakan awal yang mana jika dilakukan pembatalan maka akan dipotong
50% dari DP.
Jika kita melihat dari sudut pandang bahwa ini termasuk perikatan bersyarat
dangan syarat tangguh bahwa perjanjian antara kedua pihak belum terjadi.
Sehingga perbuatan yang telah dilakukan oleh dealer tidak salah dan bukan
wanprestasi karena memang perjanjian belum lahir diantara kedua belah pihak.
Seperti kita ketahui bahwa salah satu syarat bahwa sah nya perjanjian adalah
kata sepakat adimana dalam hal ini saya beranggapan bahwa sanya kedua belah
pihak telah menyetujui isi dari perjanjian awal/ fase pra kontraktual yang mana
berisi syarat tangguh. Sehingga perjanjian ini tetap sah apabila memang
berdasaar atas kesepakatan para pihak.
Disisi lain terdapat juga sebuah iktikad tidak baik dari pihak dealer yang
mana :
Pertama , kenaikan harga. Harga merupakan salah satu aspek penting dalam
perjanjian jual beli. Dengan sepakatnya
para pihak atas besarnya nominal harga yang
harus dibayarkan, maka perjanjian jual beli baru dapat terjadi dan mengikat
para pihak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1458 KUHPerdata, bahwa kedua
belah pihak harus sepakat tentang nominal harga pembelian. Dengan kata lain
pihak pembeli berkewajiban menyerahkan nominal harga pembelian kepada pihak penjual dan pihak penjual
berhak atas pembayaran nominal harga atas barangnya,
Kedua,
pembatalan perjanjian. Alasan kenaikan pajak penjualan atas barang yang
dilakukan oleh pihak dealer, sehingga menyebabkan pembeli mengajukan pembatalan
pembelian dipandang sudah mencukupi syarat batal yang ditentukan oleh
undang-undang. Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan, bahwa syarat batal dianggap
selalu dicantumkan dalam perjanjian yang bertimbal balik manakala salah satu
pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dengan kelalaian yang dilakukan oleh penjual
tidak secara otomatis membuat perjanjian batal demi hukum, tetapi pembatalan
perjanjian harus dimintakan kepada hakim. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal
1267 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa pembeli dapat memilih hak untuk meminta
pembatalan jual beli kepada hakim dengan atau tanpa tuntutan penggantian
biaya,kerugian dan bunga atau tetap menuntut penjual menyerahkan mobil tersebut
dengan atau tanpa tuntutan penggantian biaya,kerugian atau bunga jika masih ada
alasan untuk itu.
Ketiga. Disini terlihat pula adanya
iktikad baik dari pihak dealer maka saya menyimpulkan adanya iktikad tidak baik
dari dealer untuk menarik keutungan dari pada pembeli( konsumen) padahal hal
ini tidak diperbolehkan dan termasuk pelanggaran atau penyimpangan terhadap perjanjian yang
telah disepakati. Dalam hal ini pihak
penjual belum melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan oleh UU
Perlinduangan Konsumen pada Pasal 7 yakni yang memuat kewajiban pelaku usaha
yakni :
a. beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan
demikian, kondisi ini mengakibatkan tidak terlindunginya pihak pembeli di dalam
pelaksanaan perjanjian.serta pembeli seperti dirugikan oleh pihak penjual/
dealer padaha sebagaimana diatur dalam UU perlindungan Konsumen pasal 18 yang
menyatakan bahwa :
1. Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a.
menyatakan pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa
dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian
atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.
memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.
menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai,
atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2. Pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak
dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3. Setiap klausula
baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan
batal demi hukum.
Selain
itu pihak dealer yang mempunyai kewenangan penuh dalam pembuatan perjanjian
harus memperhatikan asas-asas perjanjian pada umumnya maupun asas-asas dalam
perjanjian jual beli pada khususnya, yang dalam implementasinya dapat berupa:
a). Mencantumkan harga yang pasti pada saat tercapainya
kesepakatan.
b). Memberikan kesempatan untuk mempelajari dan memahami
seluruh isi perjanjian yang akan ditandatangani.
c). Menetapkan waktu penyerahan mobil sesuai dengan
kesanggupan dan berdasarkan pada perhitungan yang cermat.
d). Transparan dan jujur dalam sistem pemenuhan urutan
penyerahan pesanan mobil.
e). Tidak berlaku diskriminatif kepada pembeli berdasarkan
pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
f). Bersikap adil dalam hal apabila pihak dealer sendiri
tidak mampu memenuhi prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dari
ketentuan diatas seharusnya pihak pembeli sudah diberi perlindungan atas kewenangan yang dimiliki oleh pihak penjual
sehingga diharapkan adanya keseimbangan daiantara kedua pihak., bahwa sebagai
mana kita ketahu dalam struktur perjanjian jual beli dengan cara indent
diketahui pembeli tidak mempunyai hak untuk ikut serta menentukan isi dari
perjanjian. Hal ini bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang menjadi pijakan sebuah perjanjian jual beli. Di dalam Pasal 2 UUPK
disebutkan, bahwa Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Selanjutnya dalam
penjelasan Pasal 2 poin (3) disebutkan asas keseimbangan dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spritual. sebenarnya masih dimungkinkan
untuk adanya negosiasi yang seimbang atau dimungkinkan salah satu pihak untuk
ikut menentukan isi dari perjanjian, khususnya untuk klausula yang belum
dibakukan. Hal tersebut sesuai pandangan menurut Syahdeini (1993: 66) bahwa
dalam perjanjian baku yang tidak dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya
yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat,
waktu penyerahan dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang
diperjanjikan. Dengan kata lain, hakekat dari keseimbangan peran atau
hak dan kewajiban adalah keadilan bagi kepentingan para pihak tersebut di atas.
Dengan demikian, dalam perjanjian antara dealer dan
pembeli mengenai klausula-klausula yang belum dibakukan masih dimungkinkan
dilakukannya penawaran atau perubahan. Pembeli dapat menegosiasikan mengenai
warna, harga, tempat dan waktu penyerahan barang.
Dalam
Pasal 1464 KUHPerdata dinyatakan, bahwa jika pembelian dibuat dengan memberikan
uang panjer atau inden , tidak dapatlah salah satu pihak meniadakan pembelian
itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjernya. Dengan kata
lain, perjanjian jual beli tersebut telah sah dan mengikat kedua belah pihak
ketika pihak pembeli memberikan uang muka sebagai tanda jadi. Dalam hal ini, pembeli
baru memberi sebagian dari harga sebagai uang panjer. Ketentuan ini juga secara
tegas menyatakan, bahwa suatu jual beli tidak dapat diubah, diganti atau bahkan
diakhiri dengan hanya berdasarkan pada kemauan atau kehendak salah satu pihak,
baik penjual maupun pembeli.
Dari beberapa keterangan diatas maka dalam hal ini
beberapa hal dapat kita simpulkan bahwa dalam kasus diatas merupakan suatau
perjanjian jual beli dengan inden dan merupakan perikatan dengan syarat
tanggung. Dan berdasarkan peandangan saya dalam kasus ini terdaapat unsur yang
dapat membatal kan demi hukum atau pun dapat dibatalkan. Dengan adanya hal
tersebut pembatalan hanya dapat dialkukan oleh hakim. Dengan ketentuan bahwa
keadaan dikembalikan seperti semula atau pembeli hanya mambayar sebagain dari
haraga sebagai wujud ganti rugi dari pihak dealer kepada pembeli atau pembeli
dapat meminta kepada dealer untuk mengembaliakn uang Dpnya secara keseluruhan
kepada pengadilan.
Refrensi :
1.
KUHPerdata
2.
Badrulzaman,
Mariam Darus, 1983, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung
3. Tesis: Fauzul Aliwarman, Perlindungan
Konsumen Dalam Jual-Beli Indent, UPN.
4. R.setiawan
,1987,pokok pokok hukum pearikatan, bina cipta. bandung
5. Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar