Senin, 13 Mei 2013

sedikit mencoba analisis


Kasus :
            Mobil sebagai moda transortasi suah bergerak menjadi kebutuhan primer. Untuk merk-merk mobil tertentu, pembelian bahkan dilakukan dengan sistem Indent. Pembeli harus memesan mobil yang diinginkan untuk jangkawaktu tertentu dengan terlebih dahulu memenuhi persyaratan membayar uang muka (down payment) dan menandatangani perjanjian barang.
Daidalam praktek jual beli mobil dengan sistem indent. Biasanya pembeli diminata membayar uang muka sebesar Rp 5 juta- Rp10 juta dan menandatangani perjanjian yang isinya anatara lain?
1.      Harga mobil dapat berubah pada saat mobil yang dipesan datang
2.      Jika pembeli membatalkan pembelian secara sepihak, maka uang muka akan dipotong 50%.
Pada suatu waktu pernah terjadi kasus dimana pembeli membatalkan perjanjian jual beli karena pada saat mobil yang dipeanys datang(setelah menunggu lebih dari 4 bulan), ternyata harganya naik 5% .pihak dealer menyatakan bahwa harga tersebut dikarenakan adanya kenaikan tarif pajak penjualan.Akan tetapi, pihak Direktorat Pajak mambantah adanya kenaikan tarif pajak penjualan mobil. Akibat pembatalan tersebut, uang muka yang telah dibayarkan oleh pembeli hanya dikembalikan 50%.
Soal :
Berikanlah analisis mendalam dari kasus tersebut diatas.
Catatan: lihat UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Jawab  :
Menurut pendapat saya melihat dari perikatan yang ada diatas adalah cenderung masuk kepada perikatan bersyarat dengan syarat tanggung karena melihat dari unsur perikatan yang mana menggantungkan pada syarat tertentu. Hal ini sesuai dengan pengertian perikatan bersyarat sesuai dengan Pasal 1253 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perikatan adalah bersyarat, apabila digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut (syarat tanggung) maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidaknya peristiwa itu (syarat batal). Menurut hartono berdasarkan ketentuan pasal 1253 KUHPerdata tersebut, maka dapat diketahui bahwa ukuran dari pelaksanaan perikatan adalah adanya syarat terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. Sedangkan menurut buku R.Setiawan perikatan yang berlakunya atau hapusnya perikatan tersebut berdasarkan persetujuan yang digantungkan kepada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi.[1]
Periaktan dengan syarat tangguh adalah perikatan yang menangguhkan,perikatan baru baru lahir jika terpenuhinya persyaratan dengan kata lain perikatan akan lahir jika syarat terpenuhi. Jadi jika kitaa lihat kasus diatas bahwa pihak dealer menawarkan persyaratan yang mana pembeli harus meng-indent dan membayar DP terlebih dahulu maka dealer akan mengirimkan mobil yang pembeli pesan. Membayar DP atas barang indent inilah yang saya maksudkan sebagai perikatan bersyarat karena jika hal ini dilakukan maka dealer wajib memenuahi haknya untuk memberikan mobil indenya.
 Akan tetapi setelah sepakat dan menunggu beberapa bulan,mobil datang dengan harganya naik sebesar 5% dari kesepakatan awal maka dengan alasan kenaikan pajak penjualan akan tetapi hal tersebut dibantah oleh Direktorat pajak sehingga pembeli membatalkannya. Karena pembatalan ini menyebabkan ada masalah dimana pemebli tidak terima akan adanya hal tersebut karena pihak dealer melakukan pembohongan kepadanya dan DP yang telah ia keluarkan dipotong 50% dengan alasan bahwa adanya kesepakan awal yang mana jika dilakukan pembatalan maka akan dipotong 50% dari DP.
Jika kita melihat dari sudut pandang bahwa ini termasuk perikatan bersyarat dangan syarat tangguh bahwa perjanjian antara kedua pihak belum terjadi. Sehingga perbuatan yang telah dilakukan oleh dealer tidak salah dan bukan wanprestasi karena memang perjanjian belum lahir diantara kedua belah pihak. Seperti kita ketahui bahwa salah satu syarat bahwa sah nya perjanjian adalah kata sepakat adimana dalam hal ini saya beranggapan bahwa sanya kedua belah pihak telah menyetujui isi dari perjanjian awal/ fase pra kontraktual yang mana berisi syarat tangguh. Sehingga perjanjian ini tetap sah apabila memang berdasaar atas kesepakatan para pihak.
Disisi lain terdapat juga sebuah iktikad tidak baik dari pihak dealer yang mana :
Pertama , kenaikan harga. Harga  merupakan salah satu aspek penting dalam perjanjian jual beli. Dengan sepakatnya para pihak atas besarnya nominal harga yang harus dibayarkan, maka perjanjian jual beli baru dapat terjadi dan mengikat para pihak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1458 KUHPerdata, bahwa kedua belah pihak harus sepakat tentang nominal harga pembelian. Dengan kata lain pihak pembeli berkewajiban menyerahkan nominal harga pembelian kepada pihak penjual dan pihak penjual berhak atas pembayaran nominal harga atas barangnya,
Kedua, pembatalan perjanjian. Alasan kenaikan pajak penjualan atas barang yang dilakukan oleh pihak dealer, sehingga menyebabkan pembeli mengajukan pembatalan pembelian dipandang sudah mencukupi syarat batal yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan, bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian yang bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dengan kelalaian yang dilakukan oleh penjual tidak secara otomatis membuat perjanjian batal demi hukum, tetapi pembatalan perjanjian harus dimintakan kepada hakim. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 1267 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa pembeli dapat memilih hak untuk meminta pembatalan jual beli kepada hakim dengan atau tanpa tuntutan penggantian biaya,kerugian dan bunga atau tetap menuntut penjual menyerahkan mobil tersebut dengan atau tanpa tuntutan penggantian biaya,kerugian atau bunga jika masih ada alasan untuk itu.
Ketiga. Disini terlihat pula adanya iktikad baik dari pihak dealer maka saya menyimpulkan adanya iktikad tidak baik dari dealer untuk menarik keutungan dari pada pembeli( konsumen) padahal hal ini tidak diperbolehkan  dan termasuk pelanggaran atau penyimpangan terhadap perjanjian yang telah disepakati.  Dalam hal ini pihak penjual belum melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Perlinduangan Konsumen pada Pasal 7 yakni yang memuat kewajiban pelaku usaha yakni :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan demikian, kondisi ini mengakibatkan tidak terlindunginya pihak pembeli di dalam pelaksanaan perjanjian.serta pembeli seperti dirugikan oleh pihak penjual/ dealer padaha sebagaimana diatur dalam UU perlindungan Konsumen pasal 18 yang menyatakan bahwa :
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.       menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.      menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.       menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.      menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.       mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.       memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.       menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.      menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
Selain itu pihak dealer yang mempunyai kewenangan penuh dalam pembuatan perjanjian harus memperhatikan asas-asas perjanjian pada umumnya maupun asas-asas dalam perjanjian jual beli pada khususnya, yang dalam implementasinya dapat berupa:
a). Mencantumkan harga yang pasti pada saat tercapainya kesepakatan.
b). Memberikan kesempatan untuk mempelajari dan memahami seluruh isi perjanjian yang akan ditandatangani.
c). Menetapkan waktu penyerahan mobil sesuai dengan kesanggupan dan berdasarkan pada perhitungan yang cermat.
d). Transparan dan jujur dalam sistem pemenuhan urutan penyerahan pesanan mobil.
e). Tidak berlaku diskriminatif kepada pembeli berdasarkan pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
f). Bersikap adil dalam hal apabila pihak dealer sendiri tidak mampu memenuhi prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dari ketentuan diatas seharusnya pihak pembeli sudah diberi perlindungan  atas kewenangan yang dimiliki oleh pihak penjual sehingga diharapkan adanya keseimbangan daiantara kedua pihak., bahwa sebagai mana kita ketahu dalam struktur perjanjian jual beli dengan cara indent diketahui pembeli tidak mempunyai hak untuk ikut serta menentukan isi dari perjanjian. Hal ini bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi pijakan sebuah perjanjian jual beli. Di dalam Pasal 2 UUPK disebutkan, bahwa Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 2 poin (3) disebutkan asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spritual. sebenarnya masih dimungkinkan untuk adanya negosiasi yang seimbang atau dimungkinkan salah satu pihak untuk ikut menentukan isi dari perjanjian, khususnya untuk klausula yang belum dibakukan. Hal tersebut sesuai pandangan menurut Syahdeini (1993: 66) bahwa dalam perjanjian baku yang tidak dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu penyerahan dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain, hakekat dari keseimbangan peran atau hak dan kewajiban adalah keadilan bagi kepentingan para pihak tersebut di atas.
Dengan demikian, dalam perjanjian antara dealer dan pembeli mengenai klausula-klausula yang belum dibakukan masih dimungkinkan dilakukannya penawaran atau perubahan. Pembeli dapat menegosiasikan mengenai warna, harga, tempat dan waktu penyerahan barang.
Dalam Pasal 1464 KUHPerdata dinyatakan, bahwa jika pembelian dibuat dengan memberikan uang panjer atau inden , tidak dapatlah salah satu pihak meniadakan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjernya. Dengan kata lain, perjanjian jual beli tersebut telah sah dan mengikat kedua belah pihak ketika pihak pembeli memberikan uang muka sebagai tanda jadi. Dalam hal ini, pembeli baru memberi sebagian dari harga sebagai uang panjer. Ketentuan ini juga secara tegas menyatakan, bahwa suatu jual beli tidak dapat diubah, diganti atau bahkan diakhiri dengan hanya berdasarkan pada kemauan atau kehendak salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli.
Dari beberapa keterangan diatas maka dalam hal ini beberapa hal dapat kita simpulkan bahwa dalam kasus diatas merupakan suatau perjanjian jual beli dengan inden dan merupakan perikatan dengan syarat tanggung. Dan berdasarkan peandangan saya dalam kasus ini terdaapat unsur yang dapat membatal kan demi hukum atau pun dapat dibatalkan. Dengan adanya hal tersebut pembatalan hanya dapat dialkukan oleh hakim. Dengan ketentuan bahwa keadaan dikembalikan seperti semula atau pembeli hanya mambayar sebagain dari haraga sebagai wujud ganti rugi dari pihak dealer kepada pembeli atau pembeli dapat meminta kepada dealer untuk mengembaliakn uang Dpnya secara keseluruhan kepada pengadilan.

Refrensi :
1.      KUHPerdata
2.      Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung
3.      Tesis: Fauzul Aliwarman, Perlindungan Konsumen Dalam Jual-Beli Indent, UPN.
4.      R.setiawan ,1987,pokok pokok hukum pearikatan, bina cipta. bandung
5.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.





[1] R.Setiawan S,H, POKOK POKOK HUKUM PERIKATAN, Bina Cipta, Bandung,1979. Hal 44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar